Bandung (ANTARA News) - Departemen Sosial mengkaji ulang 34 panti sosial yang tersebar di seluruh Indonesia karena disinyalir sudah tidak lagi memberi pelayanan yang baik dan sudah tidak produktif, tetapi masih mendapat bantuan pembiayaan dari negara. Sekjen Departemen Sosial, Drs Chazali Situmorang, saat acara Review Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pusat dan Unit Pelaksana Teknis di Bandung, Senin, mengatakan pada 2008 ini pengkajian ulang telah mulai dilakukan sambil membenahi semua kekurangan yang ada termasuk mendorong perubahan pola pikir pengelola panti. Ia menjelaskan selama ini para pengelola panti masih berpola pikir "charity ways" (tempat penggalangan dana) sehingga apa yang diberikan dengan cara seperti itu terbuang percuma. "Kami akan mengubah pola pikir melalui pemberdayaan dan perlindungan bagi mereka yang cacat maupun lanjut usia (lansia)," kata Chazali. Ia menjelaskan Balai Besar Rehabilitasi Vocasional Bina Daksa (BBRVBD) di Cibinong merupakan tempat pemberdayaan dan perlindungan tuna daksa yang cukup baik. "Mereka mampu membuat suatu produk yang digunakan untuk perusahaan besar," katanya. Sejak beberapa tahun terakhir, perusahaan besar seperti Body Shop dan Mark and Spencer memercayakan "packaging"-nya kepada BBRVBD yang beranggotakan para tuna daksa. "Kelebihan ini harus diikuti oleh panti-panti yang lain sehingga pemberdayaannya lebih bermanfaat," katanya. Untuk mewujudkan perubahan paradigma tersebut, Depsos sedang melakukan pembicaraan dengan Komisi VIII DPR RI untuk membuat undang-undang untuk masalah sosial sehingga mempunyai dasar hukum yang kuat. "Melalui hak inisiatif DPR kami berharap undang-undang ini dapat terealisasi sehingga seluruh permasalahan sosial dapat teratasi dengan baik," ujar Chazali. Terkait dengan minimnya anggaran bagi Departemen Sosial, Chazali menegaskan seluruh pihak harus bekerja sama dengan baik terlebih saat ini sudah terbentuk Corporate Social Renponsibility (CSR). "Saya yakin kerja sama tersebut akan menarik semua untuk membantu penanganan masalah sosial," tegasnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008