Jakarta (ANTARA News) - Lima anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, yakni Abdul Hafiz Anshary, Sri Nuryanti, Endang Sulastri, Andi Nurpati, dan Abdul Aziz, Senin (18/2) menemui Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan untuk bersilaturahmi dan membicarakan Pilkada Maluku Utara. "Kita memberikan informasi (kepada Ketua MA) kenapa kita mengambil alih Pilkada Maluku Utara," kata Ketua KPU Pusat Abdul Hafiz Ansahry, di ruang kerjanya, di Jakarta, Senin. Hafiz mengatakan, dalam pertemuan tersebut pihaknya juga membicarakan rencana pelaksana tugas KPU Provinsi Maluku Utara Muchlis Tapitapi untuk melakukan penghitungan ulang. Menanggapi penjelasan KPU, ia mengatakan Ketua MA menyerahkan prosedur pelaksanaan pada KPU Maluku Utara. "Berarti beliau (Bagir Manan) tidak mempersoalkan apa yang sudah terjadi dan apa yang kita lakukan. Bagi MA, putusan MA harus dilaksanakan," katanya. Pertemuan dengan Ketua MA tersebut berlangsung sekitar satu jam, pukul 10.00 WIB hingga 11.00 WIB. Menurut dia, jika dilakukan penghitungan ulang dengan membuka kembali kotak suara, akan ada masalah. Kotak suara telah lama tidak dibuka kembali dan tidak ada jaminan isinya sesuai. Ketika KPU membicarakan hal ini, Ketua MA mengatakan kemungkinan untuk melakukan pencoblosan ulang karena isi kotak suara yang tidak dapat dipercaya, dapat dilakukan dengan putusan pengadilan. "Sementara putusan pengadilan itu dapat digugat sehingga kasus menjadi berkepanjangan," katanya Hafiz. Sebelumnya, Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan meminta semua pihak menghormati putusan MA atas sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur Maluku Utara dan menghentikan silang pendapat yang hingga saat ini masih berlangsung. "Sebetulnya di negeri manapun juga, kalau sudah merupakan putusan hakim harus ditaati dan dilaksanakan," kata Ketua MA usai menghadiri pelantikan dan pengambilan sumpah Wakil Ketua dan Ketua Muda Mahkamah Agung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara. Ia menambahkan, dengan kondisi seperti itu, tidak benar kalau masih ada yang mau membantah putusan hakim."Mestinya tidak ada ruang untuk (putusan) masih disengketakan," katanya. Selain membicarakan Pilkada Maluku Utara, anggota KPU juga membicarakan syarat untuk menjadi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) Pemilu, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Sebelumnya, syarat untuk menjadi PPK, PPS, dan KPPS adalah memiliki surat yang dikeluarkan Pengadilan Negeri, yakni berisi tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Syarat ini dinilai terlalu berat karena banyak calon anggota PPK, PPS, dan KPPS yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan surat itu. "Ada kesulitan dan masalah dana yang dikeluarkan. Ada Pengadilan Negeri yang mengharuskan calon anggota melampirkan Surat Keterangan Catatan Kriminal (SKCK) dan foto yang membutuhkan biaya. Apalagi untuk dapat pergi ke Pengadilan Negeri juga butuh biaya dan tidak semua calon dapat menjangkau pengadilan dengan mudah di daerah tertentu," ujarnya. "Kita meminta kepada MA agar ada kemudahan dalam memenuhi syarat menjadi anggota PPK, PPS, dan KPPS," katanya. Hafiz mengatakan meminta pada MA agar surat keterangan tidak pernah dipidana penjara tidak perlu dikeluarkan Pengadilan Negeri melainkan ditulis dan ditandatangani oleh calon anggota PPK, PPS, dan KPPS. Kemudian salinan surat pernyataan itu akan diserahkan KPU kepada Pengadilan Negeri. Jika ada pernyataan yang tidak benar maka dapat dipidana. "Ada isyarat Ketua MA menyetujui usulan ini," kata Hafiz.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008