Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah, Senin pagi, menguat mendekati Rp9.100 per dolar AS, karena pelaku pasar terus memburu mata uang lokal itu, menyusul pernyataan bank sentral AS (The Fed) mengenai makin melambatnya pertumbuhan di AS dan bahkan menuju ke jurang resesi. Nilai tukar rupiah naik menjadi Rp9.131/9.135 per dolar AS dibanding penutupan akhir pekan lalu Rp9.150/9.189 per dolar AS atau naik 19 poin. Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib di Jakarta, mengatakan para pelaku pasar aktif membeli rupiah ketimbang dolar AS, setelah ketua The Fed mengatakan Amerika sedang menuju ke resesi. Keyakinan ketua The Fed memicu pelaku pasar kembali membeli rupiah, meski ada data penjualan retail AS cenderung menguat, katanya. Pelaku pasar, lanjutnya, juga terpicu oleh stabilnya suku bunga acuan (BI Rate) yang sampai saat ini masih berada di level delapan persen, meski The Fed diperkirakan akan kembali memangkas suku bunganya. The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunganya sebesar 50 basis poin menjadi 2,5 persen untuk memicu pertumbuhan ekonomi yang terus memburuk, ucapnya. Karena itu, menurut dia, rupiah optimis akan bisa menembus level Rp9.100 per dolar AS, karena sentimen positif semakin besar memicu untuk terus menguat. Peluang rupiah untuk menguat hingga di angka Rp9.100 per dolar AS cukup besar, namun kemungkinan BI akan menahannya dengan mengeluarkan cadangan devisa, katanya. BI, katanya, kemungkinan juga akan membiarkan rupiah menguat sesuai dengan kehendak pasar, apalagi tekanan positif sangat besar yang bisa mendorong rupiah mencapai level Rp9.100 per dolar AS. "Kami optimis BI akan membiarkan rupiah menguat, asalkan kenaikan itu tidak terlalu cepat karena agak riskan dengan kenaikan yang cepat, katanya. Rupiah, lanjut dia, kemungkinan akan bisa mencapai level Rp9.100 per dolar AS apabila kondisi pasar seperti ini masih berlanjut, karena pelaku asing makin aktif bermain di pasar domestik. Pelaku asing menempatkan dananya di Sertifkat Bank Indonesia (SBI) maupun Surat Utang Negara (SUN), karena selisih bunga rupiah dan dolar AS cukup besar mencapai lima persen, katanya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008