Markas Besar PBB, New York (ANTARA News) - Indonesia menunjukkan kekecewaan dengan gagalnya perundingan bagi penyelesaian masalah Kosovo, salah satu provinsi Serbia, yang akhirnya secara sepihak menyatakan kemerdekaannya pada hari Minggu. Sementara itu, di tengah dukungan beberapa negara di dunia, terutama kawasan Eropa, yang mulai mengalir terhadap kemerdekaan Kosovo, Indonesia belum memutuskan apakah akan memberi pengakuan terhadap Kosovo atau tidak. "Dengan perkembangan terkini, yaitu adanya pernyataan merdeka secara sepihak oleh Kosovo, maka kita menyesalkan terjadinya kegagalan upaya dialog," kata Wakil Tetap RI untuk PBB-New York, Duta Besar Marty Natalegawa, kepada ANTARA, Minggu. "Sejak semula, kita menginginkan agar status akhir Kosovo ditentukan melalui jalan damai dan dialog," tambahnya. Pada Minggu sore, Marty bersama duta besar 14 negara anggota Dewan Keamaman PBB lainnya baru saja mengadakan sidang darurat DK-PBB yang membahas masalah Kosovo. Sidang itu sendiri berakhir dengan tidak tercapainya kesepakatan soal dukungan terhadap kemerdekaan Kosovo. Kubu negara-negara Eropa di Dewan Keamanan, yakni Inggris, Perancis, Belgia, Kroasia serta Amerika Serikat mendukung kemerdekaan itu, sementara Rusia menolak kemerdekaan dan meminta semua negara untuk menganggap deklarasi kemerdekaan oleh Kosovo sebagai tidak sah. Negara-negara Eropa telah mengambil ancang-ancang untuk memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan Kosovo. Seperti yang dikatakan oleh Duta Besar Belgia, Johan Verbeke, kepada wartawan, para menteri luar negeri negara-negara Uni Eropa akan melakukan pertemuan di Brussels, Belgia, sementara Dubes Alejandro Wolff dari AS mengatakan pengakuan terhadap Kosovo akan dibahas oleh pemerintah pusat di Washington D.C. Indonesia sendiri hingga kini belum menentukan posisi apakah akan mengakui ataupun mendukung kemerdekaan yang dideklarasikan Kosovo. "Saat ini kita belum berada pada posisi untuk memberikan pengakuan. Pemerintah Indonesia masih mengamati dan menyikapi perkembangan terakhir tentang upaya penyelesaian, yang tentunya kita harapkan sesuai dengan prinsi-prinsip internasional dan realitas di lapangan," kata Marty. Menurut mantan Dubes RI untuk Inggeris itu, pemberian pengakuan terhadap deklarasi suatu kemerdekaan sebenarnya tidak harus dilakukan dengan segera. "Tidak ada keharusan bahwa deklarasi langsung didukung atau ditolak. Semua negara ingin mengkaji dengan betul-betul, sama seperti kita," katanya. Prinsip untuk mengkaji secara mendalam juga terlihat diterapkan oleh negara-negara Eropa, kendati mereka sudah mulai terang-terangan mendukung kemerdekaan Kosovo. "Tadi dalam sidang (DK-PBB hari Minggu, red), negara-negara Eropa menunjukkan sikap kehati-hatian. Dan tidak ada negara dalam sidang tadi yang secara eksplisit mengatakan bahwa mereka akan mengakui atau tidak mengakui," ujar Marty. Mengenai pandangan Indonesia terhadap Kosovo, Dubes RI itu mengatakan bahwa Indonesia memahami Kosovo sebagai kasus yang khas, yang merupakan bagian dari rangkaian perpecahan Yugoslavia dan menyatakan kemerdekaannya. Di saat yang sama, katanya, Indonesia menjunjung tinggi prinsip keutuhan wilayah dan kedaulatan negara seperti yang diamanatkan Piagam PBB. "Dalam mengamati dan menyikapi tahap yang sangat penting ini (pendeklarasian kemerdekaan Kosovo, red), kita meminta semua pihak untuk menahan diri dan menghindari ketegangan. Selain itu, kita minta PBB untuk menyatukan pandangan agar UNMIK (misi PBB di Kosovo, red) akan terus bekerja," kata Marty. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008