Ketika ditemui di Cilegon, Rabu, ia menyatakan tujuan digitalisasi tersebut untuk mempercepat seluruh instrumen guna mengatasi masalah over dimension dan overload (Odol) kendaraan angkutan barang yang menjadi masalah di lapangan, namun dalam pemberlakuannya jangan "saklek" (kaku).
"Yang saya minta itu pembenahan dari sektor infrastruktur karena memang sekarang seringnya uji tipe tidak keluar, banyak teman-teman yang tidak menerbitkan itu karena dari teman Dishub itu gak berani sanksinya dipidana, karena penataan ini akibatnya 'kucing-kucingan' sehingga pengusaha truk kerap perang tarif," katanya.
Aptrindo Banten berharap Badan Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah VIII di Banten sebagai perwakilan Kementerian Perhubungan, yang mengatur jalan nasional, tidak hanya fokus pada digitalisasi yang menurutnya merugikan pihak pengusaha truk, tetapi seluruh stakeholder harus bersama-sama melakukan perbaikan dari mulai pemilik kapal di pelabuhan, pemilik barang, pengelola pelabuhan, pemangku jalan dan kepolisian.
Pihaknya meyakini jika seluruhnya sudah baik, pihak pengusaha truk dapat terus melakukan perbaikan.
"Saya berharap pemberlakuan digitalisasi angkutan barang ini tidak hanya menuntut pengusaha truk saja, tetapi juga seluruh stake holder terkait tugas fungsinya, terutama soal kesiapan infrastruktur jalan," ujarnya.
Sementara itu, penerapan digitalisasi angkutan barang diakui Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah VIII Provinsi Banten, dalam rangka meningkatkan kepatuhan pengusaha truk yang masih rendah.
“Kalau data saya sekitar 70 persen melanggar dimensi, dan khusus untuk angkutan barang bahkan lebih dari 90 persen melanggar dimensi, dengan adanya digitalisasi ini tidak bisa lagi melanggar,” ungkap Kepala BPTD Wilayah VIII Provinsi Banten, Nurhadi.
Baca juga: Antrean truk barang di Merak hingga empat kilometer
Baca juga: Angkutan barang bermuatan lebih akan ditindak tegas
Pewarta: Sambas
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019