Brisbane (ANTARA News) - Sebuah tim kecil ilmuwan Australia yang diketuai antropolog forensik, Dr. Soren Blau, berencana bertolak ke Dili, Timor Leste, pekan depan untuk meneliti apa yang disebut "kuburan massal" korban kekerasan di masa menjadi propinsi ke-27 Indonesia. Dr. Soren seperti dikutip ABC, Senin, mengatakan pihaknya akan bekerja sama dengan pihak keluarga korban dan saksi mata dalam mengindentifikasi lokasi-lokasi kuburan massal di negara yang terus didera konflik berdarah sejak merdeka dari PBB tahun 2002 itu. Timor Leste adalah provinsi ke-27 Negara Kesatuan RI (1976-1999) sebelum mendapat kemerdekaan dari PBB, sebagai konsekuensi dari kemenangan kubu pro-kemerdekaan dalam penentuan pendapat yang diselenggarakan Misi PBB di Timor Timur (Unamet) tahun 1999. Saat masih menjadi bagian dari Indonesia, beberapa insiden kekerasan sempat terjadi, namun insiden yang paling mengundang sorotan publik internasional adalah penembakan aparat keamanan terhadap para demonstran di pemakaman Santa Cruz, Dili, 12 November 1991. Jumlah korban versi mantan panglima TNI saat itu, Jenderal TNI Try Sutrisno, tercatat 19 korban tewas dan 91 orang luka-luka. Namun media Australia menyebutkan jumlah warga yang tewas antara 200 hingga 400 orang. Penggalian kuburan massal itu dimaksudkan untuk mengidentifikasi para korban, namun upaya pengidentifikasian juga bergantung pada keutuhan sisa tulang belulang jenazah korban, kata Dr. Soren Blau. Timor Leste tidak kunjung keluar dari lingkar kekerasan sejak resmi merdeka pada 20 Mei 2002. Pada 11 Februari lalu, kelompok gerilyawan pimpinan Alfredo Reinado bahkan menyerang Presiden Jose Ramos Horta dan Perdana Menteri Xanana Gusmao. Keduanya selamat dalam serangan itu, namun Presiden Horta menderita dua luka tembak di tubuhnya dan masih dirawat di Rumah Sakit Royal Darwin. Insiden serangan Senin dini hari (11/2) lalu itu memperpanjang peristiwa berdarah yang mendera negara kecil tetangga Indonesia dan Australia itu sejak 2006 lalu. Pertikaian berdarah itu setidaknya telah menewaskan 37 orang dan mengakibatkan 155 ribu warga meninggalkan rumah-rumah mereka. Pemerintah Timor Leste bergantung pada bantuan tentara dan polisi asing untuk memulihkan stabilitas. (*)
Copyright © ANTARA 2008