Pristina, Serbia (ANTARA News) - Kosovo mendeklarasikan kemerdekaannya dari Serbia, Minggu, dan menjadi akhir dari bab panjang penuh darah atas bubarnya Yugoslavia. Proklamasi itu merupakan hasil usaha para pemimpin provinsi tersebut, yang 90 persen penduduknya etnik Albania, termasuk para mantan gerilyawan yang memperjuangkan kemerdekaan Kosovo dalam perang 1998-1999. Perang tersebut menewaskan sekitar 10 ribu penduduk sipil. "Kami, para pemimpin rakyat, yang dipilih secara demokratis, lewat deklarasi ini menyatakan Kosovo sebagai negara merdeka dan berdaulat," demikian bunyi naskah yang dibacakan dengan keras di gedung parlemen oleh Perdana Menteri Kosovo, Hashim Thaci seperti dikutip Reuters. Kosovo akan menjadi "masyarakat yang menghormati martabat manusia" dan akan menghadapi "warisan menyakitkan dari masa kemarin, dalam semangat rekonsiliasi dan pengampunan". Seluruh 109 wakil yang hadir dalam persidangan di ibukota Kosovo, Pristina, mengangkat tangan sebagai tanda setuju. Sebelas wakil dari etnik-etnik minoritas, termasuk wakil etnik Serbia, tidak hadir. Beograd sangat menentang pemisahan tersebut. Serbia, yang didukung Rusia, bertekad tidak akan pernah melepaskan wilayah yang punya kaitan sejarah dengan mereka hingga seribu tahun lalu. Namun, negara-negara Barat mendukung permintaan dua juta etnik Albania di Kosovo yang ingin memiliki negara sendiri. Sembilan tahun lalu, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) berperang untuk menyelamatkan Kosovo dari pasukan Serbia. Kosovo akan menjadi negara keenam yang terbentuk dari bekas federasi Yugoslavia menyusul Slovenia, Kroasia, Masedonia, Bosnia dan Montenegro. Negara itu akan menjadi negara merdeka ke-193 di dunia, namun Serbia mengatakan Kosovo tidak akan pernah mendapatkan kursi di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tidak sampai setengah dari 120 ribu etnik Serbia hingga kini masih tinggal di Kosovo utara, sisanya berada di kantong-kantong perlindungan pasukan penjaga perdamaian NATO. Amerika Serikat dan sebagian besar anggota Uni Eropa (EU) diperkirakan segera mengakui Kosovo, walaupun mereka gagal memenangkan pengesahan dari Dewan Keamanan PBB akibat penolakan Rusia pada tahun lalu. EU juga akan mengirimkan misi pengawas untuk mengambil alih kewenangan dari pejabat PBB. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008