Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Front Persatuan Nasional/Pimpinan Jamaah Wahdatul Ummah (FPN/WU) KH Agus Miftach mengatakan, Indonesia akan menjadi negara gagal jika seluruh komponen masyarakat tidak mampu menyelesaikan urusan dalam negeri seperti kemiskinan, pengangguran, pertambahan populasi, demoralisasi, kriminalitas, epidemi, bencana alam, perpecahan sosial, disorientasi dan disintegrasi. Agus mengemukan hal itu saat melantik Badan Pekerja Daerah FPN Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Pengda Badan Dakwah dan Sosial Keagamaan Wahdatul Ummah, FPN DIY dan Pengda Badan Dakwah dan Sosial Keagamaan Wahdatul Ummah, FPN Jatim, kemarin.Dikatakannya, jika bangsa Indonesia tak mampu mengatasi urusan tersebut akan menjadi bangsa dan negara yang gagal. Kendati demikian, kata Agus, bangsa Indonesia masih memiliki jiwa, iman dan kebangsaan. "Kekayaan spiritual ini merupakan sumber energi yang tidak pernah kering, yang penting bagi kita menemukan titik equilibrium, yaitu titik keseimbangan tertinggi yang akan dapat membangkitkan seluruh energi," ujarnya.Oleh karena itu, bangsa Indonesia sebagai umat dan bangsa masih memiliki kekayaan kehidupan yang hakiki yakni inti kekuatan untuk membangun langkah "progresi dan sublimasi" yang akan mengantarkan bangsa pada tataran kehidupan sosial politik dan ekonomi yang lebih berkemampuan untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran sosial.Menurut Ketua Harian Komisi Pemilihan Umum (KPU) 1999-2002 itu, FPN ingin mengayunkan langkah untuk menjawab semua kegagalan dengan mengisi ketimpangan dan keterasingan liberalitas lewat keseimbangan dan kehangatan "Tauhid yang Rahmatan". "FPN ingin mengubah anarkhisme kebebasan demokrasi liberal dengan akhlaqul karimah yang estetis dan produktif, ekonomi yang bercorak eksploitasi capital menjadi gross-production dengan growth horizontal serta ingin menciptakan perubahan dan terus maju ke depan," katanya. Selain itu, FPN juga ingin memperbaiki kehidupan setiap orang, setiap keluarga, seluruh masyarakat dan bangsa, serta tidak ingin membangun utopia teokrasi yang dogmatis, tetapi ingin memanifestasikan politik Islam yang rahmatan yang mampu memperbaiki pendidikan, pendapatan, kesehatan, kemakmuran dan keadilan bagi setiap orang.Agus meminta FPN Daerah dan Badan Dakwah dan Sosial Keagamaan Wahdatul Ummah DIY dan Jatim, untuk menyebarluaskan semangat pembaruan (tajdid) ini kepada segenap lapisan masyarakat. Perjuangan di zaman "cyberteknologi" ini tidak lagi sesuai dengan pola tradisional yang mengandalkan primodialisme, tapi harus bersifat kosmosentris. "Tak cukup hanya dengan iktikad dan kesanggupan berkorban, tetapi juga kemampuan dan perhitungan empirik menyangkut variable ekonomi, ekologi dan teknologi yang melibatkan semua orang," tambahnya.Tokoh dari kalangan NU mengatakan, sejak dasawarsa terakhir ini, bangsa Indonesia bergerak terlalu lamban, sehingga menempatkan dalam jajaran bangsa-bangsa yang terbelakang di dunia di hampir semua bidang. Agus berharap acara pelantikan FPN/WU di DIY dan Jatim itu merupakan langkah permulaan untuk menemukan kembali energi dan ideologi kebangsaan yang belakangan terus merosot, berganti dengan solusi pragmatis yang "hedonis dan kleptokratis" yang terlepas dari tujuan nasional dan cita-cita bangsa yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008