Titik panas/api yang terdeteksi melalui satelit itu tidak hanya berada di kawasan hutan dan lahan gambut di sejumlah kabupaten rawan kebakaran hutan dan lahan seperti Ogan Koering Ilir, Ogan Ilir, Banyuasin, dan Kabupaten Musi Banyuasin, tetapi juga

Palembang (ANTARA) - Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Wilayah Sumatera Selatan (Sumsel) mempertanyakan pelaksanaan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada musim kemarau 2019 ini karena masih saja terjadi kebakaran.

"Walaupun pendanaan besar yang disiapkan Pemprov dan pusat untuk Program Siaga Bencana Asap dampak kebakaran hutan dan lahan tidak membuat Sumsel lepas dari ancaman Karhutla," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, M Hairul Sobri di Palembang, Selasa.

Dia menjelaskan, segala upaya dilakukan pemerintah agar kebakaran hutan dan lahan tidak terulang pada musim kemarau tahun ini, diantaranya meningkatkan anggaran untuk penanggulangan dan pencegahan kebakaran.

Namun titik panas (hotspot) yang berpotensi mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan dan bencana kabut asap memasuki Juli 2019 ini terdeteksi mengalami peningkatan dari sebelumnya.

Baca juga: BPBD Sumsel pantau perkembangan titik panas antisipasi karhutla

Titik panas/api yang terdeteksi melalui satelit itu tidak hanya berada di kawasan hutan dan lahan gambut di sejumlah kabupaten rawan kebakaran hutan dan lahan seperti Ogan Koering Ilir, Ogan Ilir, Banyuasin, dan Kabupaten Musi Banyuasin, tetapi juga terpantau di wilayah konsesi perusahaan sejumlah daerah.

Melihat kondisi tersebut, diharapkan semua pihak yang terlibat dalam satgas pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan bekerja lebih maksimal sehingga bisa dicegah kebakaran yang besar dan menimbulkan bencana kabut asap.

Dalam beberapa hari terakhir, kebakaran lahan yang menarik perhatian publik yakni kebakaran yang terjadi di sekitar jalan tol Palembang-Indralaya, Ogan Ilir.

Untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang lebih luas, diperlukan tindakan tegas kepada masyarakat dan perusahaan yang tidak bisa menjaga lahannya dari kebakaran.

Sesuai aturan yang tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,, jika ada masyrakat dan pemilik perkebunan besar terbukti tidak mampu melindungi dan mengelola lingkungan hidup di sekitar lahan yang dikuasainya bisa dipenjara dan dikenakan denda.

Aturan itu juga tertuang dalam Undang Undang No. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan pasal 67 ayat 1 yang menyatakan bahwa 'Setiap pelaku usaha perkebunan wajib memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup', ujar Direktur Walhi Sumsel itu.

Sementara Kapolda Sumsel, Irjen Pol Firli mengatakan untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan pada saat memasuki musim kemarau, diperlukan dua tindakan yakni pendekatan dengan masyarakat dan penegakan hukum secara tegas.

Baca juga: Polda Sumsel bantu atasi kebakaran lahan tol Indralaya

Pendekatan dengan masyarakat diperlukan untuk meningkatkan partisipasi mereka membantu melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan/hutan.

Sedangkan penegakan hukum merupakan tindakan terakhir jika upaya persuasif tidak mendapat perhatian serius dari masyarakat dan perusahaan pemilik lahan, ujar kapolda.

Baca juga: Pemerhati: Pohon lindungi manusia dari polusi udara

Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019