New York (ANTARA News) - Serbia pada Kamis meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk Indonesia, menolak pernyataan kemerdekaan Kosovo, yang diperkirakan dilakukan dalam 2-3 hari mendatang. Permintaan agar Dewan Keamanan tidak menerima kemerdekaan Kosovo tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Serbia Vuk Jeremic dalam sidang di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, New York. Di tengah suara 15 anggota Dewan Keamanan, yang saat ini terpecah, Indonesia sebagai salah satu anggotanya belum menunjukkan sikap jika Kosovo memerdekakan diri, menolak atau menerima kemerdekaan itu. Sidang Dewan Keamanan tersebut dilaksanakan atas permintaan Serbia untuk membahas masa depan Kosovo, propinsi Serbia, yang disebut-sebut akan menyatakan kemerdekaannya pada Minggu (17/2). Di depan anggota Dewan Keamanan, Jeremic menegaskan, jika Kosovo berkeras memerdekakan diri, pemerintahannya --Serbia-- akan menganggapnya tidak sah dan tidak berlaku. Di Dewan Keamanan, Serbia mendapat dukungan dari Rusia, yang memiliki hak veto. Rusia meminta Dewan Keamanan segera mengadakan sidang jika Kosovo menyatakan kemerdekaan. Rusia juga akan meminta sekretariat badan dunia itu membatalkan pernyataan kemerdekaan Kosovo serta utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kosovo untuk menolak deklarasi tersebut. Berseberangan dengan Rusia, Amerika Serikat serta negara Eropa di Dewan Keamanan, terutama Inggris dan Prancis, bersikap mendukung kemerdekaan Kosovo. Sementara itu, Wakil Tetap Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Marty Natalegawa belum mengungkapkan sikap Indonesia terhadap kemungkinan pernyataan kemerdekaan oleh Kosovo. "Itu akan terjawab nanti. Saat ini, yang kami tekankan adalah pentingnya proses penyelesaian tentang Kosovo melalui perundingan, sesuai dengan prinsip dasar Piagam PBB," kata Marty kepada ANTARA News. Menurut dia, pada sidang hari Kamis, sebagian besar anggota Dewan Keamanan, termasuk Indonesia, mengharapkan dewan itu menunjukkan kepemimpinannya, mengingat sikap sejumlah anggotanya, yang mendukung atau menolak kemerdekaan Kosovo. "Di sinilah kita tekankan bahwa Dewan Keamanan perlu terus menunjukkan kepemimpinannya di tengah situasi sangat penting seperti saat ini. Masalah ini berpotensi membawa dampak, tidak hanya di kawasan, tapi juga global," kata Marty. Indonesia dan sebagian besar anggota Dewan Keamanan, katanya, juga terus menekankan agar semua pihak mengupayakan penyelesaian kedudukan akhir Kosovo melalui perundingan. Namun, di tengah keterpecahan suara anggota Dewan Keamanan menyangkut Kosovo, Marty menyatakan Indonesia masih tetap yakin bahwa badan dunia itu berusaha kuat agar masalah Kosovo diselesaikan secara damai. Secara hukum, Kosovo --yang sebagian besar penduduknya suku Albania dan sebagian kecil suku Serbia-- masih menjadi bagian dari Serbia, namun sejak 1999, Kosovo dikelola pemerintahan di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang juga digawangi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008