Jakarta (ANTARA News) - Komisioner non aktif Komisi Yudisial (KY), Irawady Joenoes, berniat untuk menjadi `agen provokator` (istilah dalam intelejen untuk menjebak dugaan tindak pidana-red) guna menguak dugaan praktik suap di dalam tubuh KY. Irawady mengatakan hal itu ketika memberikan keterangan sebagai terdakwa dalam sidang perkara dugaan suap dalam pengadaan tanah untuk gedung KY di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jumat. Agenda sidang perkara tersebut bukan pembacaan tuntutan melainkan mendengarkan keterangan saksi dan terdakwa. Niat Irawady menjadi agen provokator itu dilakukan untuk menjebak rekanan KY, Fredy Santosa, yang akan memberikan sejumlah uang kepada KY. "Saya sudah memosisikan diri saya sebagai provokator karena saya mendapat laporan dia (Fredy Santosa-red) akan memberi uang," kata Irawady. Kecurigaan dugaan suap itu muncul setelah Irawady mengetahui bahwa nama Fredy muncul dalam daftar penawar tanah kepada KY, padahal tawaran Fredy sudah ditolak dalam rapat pleno KY. Setelah itu, staf Irawady melapor bahwa Fredy ingin bertemu Irawady. Niat Fredy disepakati Irawady, sehingga mereka bertemu pada 25 Agustus 2007 di hotel Mahakam. "Betul saya akan berikan uang kalau tanah saya laku bagus," kata Irawady menirukan ucapan Fredy dalam pertemuan itu. Pada akhirnya, Irawady bertemu dengan Fredy pada 26 September 2007 di salah satu rumah Jalan Panglima Polim III nomor 138 Jakarta Selatan. Saat itu, menurut keterangan Irawady, Fredy menyerahkan uang sebesar Rp600 juta dan 30.000 dolar AS. Pada saat yang sama petugas KPK melakukan penggerebekan serta menangkap Irawady dan Fredy. Irawady juga mengatakan, berkunjung ke Kejaksaan Agung sebelum penangkapan. Kunjungan itu dimaksudkan untuk meminta bantuan jaksa untuk menjebak Fredy dan menguak praktik suap di tubuh KY. "Saya berniat meminta tenaga jaksa," kata Irawady yang pernah aktif di kejaksaan. Irawady mengaku tidak melaporkan langkah intelejen untuk menjebak Fredy kepada Ketua KY karena khawatir usahanya terbongkar dan gagal. Irawady didakwa oleh JPU menerima suap. Atas perbuatannya, Irawady dinilai melanggar hukum sesuai pasal 12 huruf b UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam dakwaan primair. Sementara dalam dakwaan subsidair, Irawady dinilai melanggar hukum sesuai pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008