Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan asumsi pertumbuhan ekonomi pada APBN 2008 akan diturunkan dari 6,8 persen menjadi 6,4 persen, akibat melambatnya pertumbuhan perekonomian dunia. "Dalam perubahan APBN 2008, 'growth' 6,8 persen tidak mungkin dicapai. Semua negara juga menurunkannya. Kita harapkan bisa 6,4 persen," kata Presiden Yudhoyono saat membuka Rakernas Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Istana Negara, Jakarta, Jumat. Sementara asumsi makro lainnya yang diubah yaitu inflasi dari 6 persen menjadi 6,5 persen, nilai tukar rupiah dari Rp9.100 menjadi Rp9.150 per dolar AS, harga minyak dari 60 dolar AS menjadi 83 dolar AS per barel, SBI tetap 7,5 persen dan produksi minyak diturunkan dari 1,034 juta barel menjadi 910.000 barel per hari. Pendapatan negara naik dari Rp781,4 triliun menjadi Rp839 triliun, belanja negara naik dari Rp854,6 triliun menjadi Rp926 triliun, sehingga defisit menjadi Rp87 triliun atau dua persen, naik dari Rp73,3 triliun atau 1,7 persen. "Ini tantangan yang luar biasa. Tetapi jangan kecil hati, karena selalu ada jalan. Kalau ada penghematan, harus disampaikan ke masyarakat bahwa ini untuk menyelamatkan ekonomi nasional," kata Kepala Negara di hadapan peserta Rakernas yang terdiri dari semua Gubernur Provinsi di Indonesia. Presiden mengatakan, kenaikan harga minyak dunia yang mencapai 90 - 100 dolar AS per barel membuat anggaran untuk subsidi BBM dan listrik meningkat. "Setiap kenaikan harga minyak sebesar 1 dolar AS, maka subsidi BBM dan listrik juga meningkat Rp3,7 triliun. Kalau APBN tidak diubah, subsidi bisa mencapai Rp250 triliun, dan APBN bisa kolaps," tambahnya. (*)
Copyright © ANTARA 2008