Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah membantah hanya mengamankan APBN dan mengabaikan penanganan terhadap sektor mikro atau riil. "Saya kira dengan adanya pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya mengamankan APBN saja," kata Menko Perekonomian Boediono, di Jakarta, Jumat. Dikatakannya, hari ini Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan laporan pertumbuhan ekonomi 2007. "Nanti kita lihat secara total berapa pertumbuhan ekonomi satu tahun kemarin. Kalau di atas 6 persen berarti bagus, dibanding dengan negara-negara sekitar kita," katanya. Meskipun optimis pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen, namun pemerintah harus realistis dengan perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini. "Kita inginnya lebih cepat dan tinggi, tapi kalau suasana globalnya seperti ini, kita perlu menyesuaikan," tambahnya. Mengenai pengajuan RAPBNP 2008 ke DPR, Boediono menjelaskan langkah itu untuk mengamankan APBN 2008. Artinya ada pos-pos yang harus diamankan baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran. "Banyak sekali yang berubah, saya tidak bisa ceritakan. Dalam waktu dekat, dokumennya akan disampaikan ke DPR. Saudara lihat saja nanti, saya tidak nyebut angka dulu," katanya. Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Depkeu, Anggito Abimanyu, mengatakan percepatan perubahan APBN dimungkinkan berdasar UU 17/2003 tentang Keuangan Negara. Penyesuaian APBN dengan perkembangan atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan pemerintah pusat jika terdapat sejumlah kondisi. Kondisi itu adalah terjadi perkembangan asumsi ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN. Kondisi lainnya adanya perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal dan adanya keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan dan antar jenis belanja. Menurut Anggito, jika APBN 2008 dibiarkan, maka akan mengganggu pelaksanaannya dan tidak dapat menampung perubahan yang terjadi. Jika APBN 2008 tidak direvisi maka asumsi makro sulit dicapai/dipertahankan, kredibilitas APBN 2008 dipertanyakan publik, defisit yang meningkat tak dapat dibiayai, dan program kebijakan stabilisasi harga pangan tidak dapat dilaksanakan secara penuh. Anggito menyebutkan, asumsi ekonomi makro yang akan diubah meliputi harga minyak ICP, tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, kurs, lifting minyak mentah, dan suku bunga SBI tiga bulan. "Selanjutnya perubahan itu akan berdampak pada penurunan pendapatan negara, tambahan belanja negara (yang meliputi subsidi BBM, listrik, dan pangan) dan tambahan defisit APBN," jelas Anggito. (*)
Copyright © ANTARA 2008