New York (ANTARA News) - Krisis subprime AS telah mengakibatkan nilai kerugian di pasar modal global sekitar 7,7 triliun dolar AS, sebuah laporan Bank of America memperlihatkan Kamis.
Krisis tersebut, yang telah meluas ke bank-bank dan sektor lainnya di seluruh dunia, adalah "salah satu terganas dalam sejarah keuangan", menurut kepala analisa pasar Bank of America, Joseph Quinlan.
Quinlan mengatakan dalam laporannya, bahwa kerugian itu lebih buruk daripada beberapa dekade lalu, termasuk 'Black Monday' di Wall Street pada 1987, krisis mata uang riil di Brasil pada 1999 dan jatuhnya hedge fund Long Term Capital Management (LTCM) pada 1998.
Sebuah analisa oleh bank AS menunjukkan bahwa dalam episode terbaru terkait subprime, atau risiko-tinggi, pinjaman real estate untuk orang dengan reputasi kredit buruk, mengakibatkan kapitalisasi pasar dunia turun 14,7 persen tiga bulan setelah puncaknya pada akhir Oktober.
Dibandingkan dengan kerugian serupa dalam waktu tiga bulan, sebesar 13,2 persen setelah krisis LTCM, 9,8 persen untuk Black Monday dan 6,1 persen untuk krisis Brasil.
Kerugian tersebut juga lebih besar daripada yang diderita setelah serangan teroris 11 September 2001, krisis keuangan Asia yang dimulai 1997, kegagalan utang Argentina pada 2001 dan krisis peso Meksiko pada 1994.
"Memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun sebelum Wall Street dan lain-lainnya mendapatkan sebuah penanganan," kata Quinlan, seperti dikutip AFP.
"Sekalipun kredit subprime relatif kecil sekali dalam skala dan muatannya, hanya satu segmen dari sektor keuangan di AS, namun menjadi penuh rasa sakit dalam beberapa bulan terakhir."
Sebuah laporan lembaga pemeringkat Standard & Poors pekan lalu menunjukkan pasar saham global terpukul keras dengan kerugian kolektif 5,2 triliun dolar AS pada bulan Januari sendiri.
Quinlan mengatakan belum jelas pembantaian di pasar saham itu telah berakhir atau belum.
"Terhadap latar belakang ini, setiap investor telah membeli saham-saham AS yang dalam beberapa bulan terakhir telah menyusut, dengan kata lain, menggali sendiri lubang yang dalam," kata dia.
"Pada akhirnya, krisis keuangan sekarang adalah salah satu rekor dan paling membhayakan." (*)
Copyright © ANTARA 2008