Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, berjanji akan mengusut seluruh aliran dana Bank Indonesia (BI), termasuk ke aparat penegak hukum.
"Kemana pun larinya nanti, sesuai alat bukti yang ada, akan kita usut," katanya setelah rapat koordinasi dengan Badan Kehormatan (BK) DPR di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Antasari mengatakan itu terkait dugaan bahwa dana BI juga mengalir ke aparat penegak hukum yang menangani perkara sejumlah pejabat BI yang terjerat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Ditegaskannya, proses hukum terhadap aparat penegak hukum akan dilakukan jika cukup bukti. KPK, katanya, tidak akan menyidik jika hanya didasarkan pada asumsi.
"Kita bicara alat bukti," kata Antasari menegaskan.
Dia berjanji akan memanggil semua aparat penegak hukum yang terindikasi menerima dana BI jika cukup alat bukti. "Harus dipanggil," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua BK, Gayus Lumbuun, yang didampingi enam anggotanya berkomitmen untuk tidak akan melindungi anggota DPR yang terbukti menerima dana BI.
"Kami sama sekali tidak ingin melindungi," kata Gayus.
Justru dia akan menginformasikan semua bukti yang diperoleh BK terkait kasus itu ke KPK. BK juga akan segera melakukan langkah seiring perkembangan pengusutan yang dilakukan KPK.
Namun demikian, Gayus menolak membeberkan 16 nama anggota DPR yang diduga menerima dana BI. Ke 16 nama itu, menurut dia, diberikan oleh pelapor kepada BK.
"Bahkan aduan yang masuk tidak sebutkan nama secara lengkap," kata Gayus.
Gayus mengatakan, BK tidak bisa mengumumkan nama anggota DPR yang diduga melakukan pelanggaran selama proses pengusutan. Hal itu diatur dalam pasal 60 ayat (2) Tata Tertib DPR.
Terlepas dari polemik yang timbul atas kasus aliran dana BI, Ketua KPK Antasari Azhar merasa pengusutan kasus itu mulai memasuki titik terang.
"Ternyata dari hasil evaluasi kami sampai kemarin (Rabu) sore, kasus ini sudah menjurus pada titik-titik terang untuk kelanjutan proses di masa datang," kata Antasari.
KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus aliran dana BI, yaitu Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum Oey Hoy Tiong, dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, yang kini menjabat Kepala Perwakilan BI di Surabaya. Dari ketiga tersangka, hanya Burhanuddin yang belum ditahan.
Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, kasus itu bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar.
Oey yang pada 2003 menjabat Deputi Direktur Hukum menerima langsung dana YPPI itu dari Ketua YPPI Baridjusalam Hadi dan Bendahara YPPI, Ratnawati Sari.
Selanjutnya, Oey mencairkan cek dan menyerahkan uang tunai kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata, dan tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo.
Pada pemeriksaan di KPK, Oey mengaku menyerahkan uang tersebut kepada para mantan pejabat BI. Namun, Oey mengaku tidak tahu lagi ke mana uang tersebut setelah diserahkan kepada mereka.
Sedangkan sisanya, senilai Rp31,5 miliar diberikan oleh Rusli Simandjuntak dan Aznar Ashari kepada panitia perbankan Komisi IX DPR periode 2003 untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI.
Pada pemeriksaan di KPK, mantan ketua sub panitia perbankan Komisi IX DPR, Antony Zeidra Abidin, yang disebut menerima uang itu dari Rusli, membantah aliran dana tersebut. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008