Jakarta (ANTARA News) - Barack Obama, tidak hanya sedang berkibar di atas pentas politik Amerika Serikat dalam ajang perebutan kandidat presiden dari Partai Demokrat melawan saingan ketatnya, Hillary Clinton, ternyata juga mampu mendapat tempat tersendiri di hati kalangan dunia Arab. Jajak pendapat yang dilansir beberapa media massa di dunia Arab menunjukkan bahwa umumnya warga dunia mengidolakan kandidat berkulit hitam asal Afrika itu. Suratkabar "Al-Anba", misalnya, dalam jajak pendapatnya pada Sabtu akhir pekan lalu menemukan 72,5 persen responden memilih Obama sebagai kandidat favorit. "Wawasan politik internasional Obama amat luas dan bersikap penuh persahabatan, terutama menyangkut proses perdamaian Timur Tengah. Oleh karena itu, ia sangat layak menjadi presiden AS," kata seorang responden memberi alasan. Responden lainnya menyatakan keyakinan senada. "Obama bakal dapat memulihkan kembali citra AS di mata dunia Arab, yang tercoreng di masa pemerintahan (Presiden George W) Bush," katanya. Majalah mingguan "Al-Usbuu" dalam jajak pendapat serupa menunjukkan 68 persen responden menyatakan mendukung Obama. "Maju terus Obama, kami berada di belakangmu," tulis Ilham Salim di laman internet "Al-Arabiya.net" mengomentari kemenangan Obama di negara bagian South Carolina, Georgia, Alabama pekan silam. Sementara itu, para analis politik di Timteng umumnya berpendapat bahwa dunia Arab mengingkan Partai Demokrat tampil mengambil alih kekuasaan AS menggantikan pemerintahan Partai Republik pimpinan Presiden Bush. Montaser Abdel Hameed, peneliti masalah hubungan Arab-AS memandang Obama sebagai tokoh yang dapat menghidupkan kembali proses perdamaian Timur Tengah. "Obama dipandang oleh dunia Arab sebagai tokoh yang dapat menyatukan kembali hubungan AS-Timur Tengah yang sangat amburadul di masa pemerintahan Bush," katanya dalam wawancara dengan "Al-Anba", Kamis silam. Adapun pengamat politik dan kolomnis kesohor Mesir, Salama A Salam, dalam kolom khususnya di suratkabar "Al-Ahram Weekly", Minggu (10/2), mengatakan, "Negara-negara Arab, yang meyakini prinsip-prinsip keadilan dan kebebasan yang sama seperti warga AS, tidak akan memaafkan pemerintahan Bush atas kesalahan-kesalahan yang bertentangan dengan budaya dan tradisi mereka (AS) sendiri," tulis Salama.Bush memicu bencana Menurut wartawan yang beralih profesi sebagai pengamat itu, pemerintahan Bush telah memicu perang antara Islam dan Barat. Ia (Bush) menjadikan Islam sebagai musuh pilihannya, dan lebih jauh lagi melancarkan invasi dan menduduki Afghanistan dan kemudian Irak. Selain itu, Salama juga menilai AS mendukung Israel dalam invasinya ke Lebanon, dan bersekongkol dengan negeri Yahudi untuk menghukum dan memecah-belah rakyat Palestina. "Kebanyakan dunia Arab berpendapat, tidak penting apakah Obama atau Hillary yang menang. Yang penting adalah bukan dari Partai Republik yang akan melanjutkan kebijakan pemerintahan Bush," tulisnya. Pemerintahan Bush, di mata Salama A Salam, sejauh ini benar-benar berhasil merubah krisis menjadi bencana, merujuk kepada krisis politik di Pakistan dan Kenya, di samping masalah Arab-Israel. "Lihat itu di Pakistan, (mantan PM Benazir) Bhutto dibunuh dibunuh tak lama setelah tercapainya saling-pengertian dengan pemerintahan Bush. Sementara di Kenya, pemerintah Bush menyatakan berada di belakang Presiden Kibaki, dan perang saudara pun muncul," katanya. Hasil sementara pemilihan pendahuluan ini Obama dilaporkan meraih kemenangan telak dari rival politiknya, Hillary, dalam pemilihan pendahuluan pekan lalu. Obama dalam pemilihan pendahuluan tersebut meraih kemengan di Virginia, Maryland, dan Washington DC, Selasa. "Kita menang di Maryland, kita menang di Virginia. Dan, meskipun kita menang di Washington DC, langkah ini tidak akan berhenti sampai terjadi perubahan di Washington DC," kata Obama di hadapan pendukungnya. Kemenangan Obama dalam pemilihan pendahuluan itu membuat pamor senator asal Illinois itu meningkat di mata publik AS, dan mulai dielus-elus untuk dihadapkan dengan kandidat kuat dari Partai Republik John McCain. Dalam jajak pendapat yang dilansir oleh Associated Press-Ipsos memperlihatkan Obama unggul tipis atas McCain jika mereka berhadapan pada pemilu nasional November mendatang. "Kami merebut pemilih yang tidak memberi tempat kepada Partai Demokrat kesempatan di masa lalu," kata Cornell Belcher, penyelenggara jajak pendapat untuk Obama, merujuk dukungan dari kalangan independen. Obama menyapu bersih delapan kemenangan berturut-turut, suatu kesempatan emas bagi Obama untuk unjuk gigi. Kemenangan Obama ini menimbulkan kepanikan di pihak Hillary Clinton. Kepanikan itu terlihat pada Minggu (10/11) ketika Hillary terpaksa mengganti manager kampanye menyusul semakin ketatnya persaingan melawan Obama. Senator Illinois dan mantan ibu negara itu kini bersiap-siap untuk bertarung sengit di Texas dan Ohio pada Maret mendatang. Kedua kandidat separtai itu tengah bertarung memperebutkan delegasi super (superdelegates), yakni para fungsionaris partai dan pejabat negara bagian yang tidak terikat pada kandidat mana pun dan bebas memilih sesuai keinginan mereka. Kubu Obama menginginkan agar para delegasi super mendengarkan aspirasi pemilih, sedangkan kubu Hillary menghendaki delegasi super tetap memilih sesuai keinginan mereka. Kedua kandidat Demokrat itu kini bersaing ketat, di mana Obama telah meraih 1.144 delegasi, sementara Hillary memperoleh 1.138 delegasi. Untuk maju ke panggung sesungguhnya melawan kandidat Republik pada pemilihan nasional pada 4 November nanti, capres Demokrat harus merebut 2.025 delegasi. (*)
Oleh Oleh Munawar Saman Makyanie
Copyright © ANTARA 2008
Dan bisa bekerja sama di Bidang2 antar Negara Seperti Negaranya Sendiri INDONESIA.