Beijing (ANTARA) - Senyum Presiden China Xi Jinping seketika mengembang saat pertama kali menyalami Presiden Indonesia Joko Widodo sebelum pertemuan puncak G20 digelar di Osaka, Jepang, Jumat (28/6/2019).


Sekilas keduanya seperti melepas kerinduan yang mendalam setelah sekian lama terpisah. Sama halnya dengan beberapa kepala negara/pemerintahan, termasuk Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe seaku tuan rumah yang menyambut hangat kedatangan Jokowi.


Kedatangan Jokowi pada saat itu bagaikan ksatria yang baru pulang dari medan juang lantaran beberapa saat sebelum bertolak dari Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan keputusan penting mengenai perselisihan hasil pemilihan umum yang menjadi ujung dari segala tahapan perhelatan politik yang panjang dan melelahkan.

Tidak hanya Xi, hampir semua kepala negara/pemerintahan yang hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi Negara Kelompok 20 (G20) optimistis akan masa depan bangsa Indonesia selama lima tahun mendatang di bawah kepemimpinan periode kedua Jokowi.

"Sekali lagi saya juga mengucapkan selamat atas kemenangan Bapak dalam Pilpres 2019," kata Xi dalam pertemuan bilateral Indonesia-China di sela-sela KTT G20 itu.

Dalam kesempatan tersebut, dia menyampaikan perasaan bahagianya karena bisa bertemu kembali dengan sahabat lamanya itu. Maklum dalam KTT Sabuk Jalan (Belt and Road) pada akhir April 2019 di Beijing, Jokowi yang sangat dinantikan Xi batal hadir.  

Xi menyebut kemenangan Jokowi pada Pilpres 2019 sebagai wujud dukungan dan pengakuan dari rakyat Indonesia atas pemerintahan Jokowi lima tahun terakhir.

"Dalam periode pertama Bapak, dukungan Tiongkok kepada Indonesia terus berkembang sangat baik, terutama pembangunan membawa keuntungan kepada rakyat kedua negara," ujarnya.

Oleh sebab itu, dalam pertemuan bilateral tersebut, Xi berjanji akan meningkatkan kerja samanya dengan Indonesia yang lebih menguntungkan kedua belah pihak pada masa-masa mendatang. Janji Xi sangat penting bagi Indonesia, terutama dalam upaya mengurangi selisih nilai perdagangan bilateralnya dengan China.

Sepanjang 2018, Indonesia mengalami defisit hingga mencapai 20,85 miliar dolar AS dalam neraca perdagangan dengan China. Angka itu naik signifikan dibandingkan dengan 2017 yang defisit perdagangan Indonesia dengan China hanya 14,16 miliar dolar AS.

Memang pasar impor barang Indonesia dari China terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2018 impor barang dari China mencapai 45,2 miliar dolar AS atau sekitar 28,49 persen dari total impor nonmigas Indonesia. Itu berarti hampir sepertiga kebutuhan barang masyarakat Indonesia dicukupi dari China.

Optimistis

Besarnya gap perdagangan bilateral Indonesia-China memang membuat mata terbelalak. Apalagi hal itu terjadi di tengah perselisihan dagang yang melibatkan dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat dan China.

Iktikad kedua negara besar untuk memulai lagi negosiasi di bidang perdagangan sangat ditunggu, terutama Indonesia yang mendambakan kepastian iklim perekonomian global.

Pertemuan Xi dengan Presiden AS Donald Trump di sela-sela KTT G20 itu juga telah menumbuhkan optimisme para kepala negara dan kepala pemerintahan.

Xi datang ke Osaka dengan membawa semangat kerja sama global yang mengedepankan mutualisme dan multilaralisme. Dalam melangkah menuju relasi kerja sama global pada tataran baru demi kemaslahatan masyarakat dunia, Xi akan terus berupaya mendorong terciptanya multilateralisme, kemitraan, kerja sama yang saling menguntungkan, dan membangun bersama.

Dunia sangat senang melihat Xi bertemu dengan para pemimpin dunia lainnya pada forum di Osaka itu karena dianggap dapat membawa pada iklim kemitraan global yang sehat, demikian penasihat pemerintahan China sekaligus Menteri Luar Negeri Wang Yi. Apalagi dalam pertemuan tersebut, Xi menyatakan bahwa China dan AS akan mengintegrasikan kepentingan melalui peningkatan kerja sama sehingga kedua negara maju tersebut berupaya untuk sama-sama menghindari jurang konflik dan konfrontasi.

Menurut Xi, prinsip-prinsip multilateralisme dan kerja sama yang saling menguntungkan bukan kemauan China semata, melainkan semua negara yang ada di dunia ini.

Trump pun menyambut positif pemikiran konterpartnya itu. Pihak AS menganggap penting China sebagai mitra utamanya dan tidak ada permusuhan di antara keduanya, demikian Trump yang pada kesempatan itu juga berharap kerja sama dengan China menjadi lebih baik lagi pada masa-masa mendatang.

Yang menggembirakan dalam pertemuan tersebut, Trump menegaskan bahwa AS tidak akan menambah daftar pengenaan tarif impor terhadap sejumlah komoditas dari China. Tentu saja hal ini membarikan sinyal positif bagi perekonomian internasional dan perdagangan global.

Isu perang dagang AS-China telah menjadi salah satu topik utama yang dibicarakan antara Presiden Jokowi dalam rapat terbatas dengan jajaran kabinetnya sebelum menghadiri KTT G20 di Osaka.

Indonesia sangat berharap perang dagang tersebut segera disudahi karena memberikan dampak yang signifikan, baik secara global maupun regional. Meskipun Indonesia tidak terlibat dalam dukung-mendukung di antara dua seteru, turunnya nilai ekspor nasional sepanjang 2018 sebagaimana data di atas salah satunya dipicu oleh melemahnya daya beli masyarakat China di tengah kecamuk perang dagang dengan AS.

Tentunya Xi dan Trump diharapkan tidak hanya sekadar janji dan saling memuji guna mendapatkan simpati. Sejak lama masyarakat internasional menantikan jiwa besar kedua kepala negara itu untuk segera memadamkan kobaran api peperangan demi terwujudnya perdagangan global yang sehat dan berkepastian.

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2019