Darwin (ANTARA News) - Saudara lelaki Presiden Jose Ramos-Horta pada Kamis menuduh pasukan keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bersikap mirip "pengecut sialan", karena tidak melindungi pemimpin terluka itu dari pemberontak. Arsenio Ramos-Horta berada di Darwin untuk membesuk saudaranya tersebut. Dia mengatakan memeluk Jose saat tahu pasukan badan dunia itu tidak menolong. "Mereka seharusnya langsung datang, bukan menyia-nyiakan waktu. Mereka pengecut sialan," katanya kepada Reuters. Arsenio berada di rumah kepresidenan ketika tembak-menembak terjadi antara pengawal dan pemberontak pimpinan Alfredo Reinado. Jose Ramos-Horta terkena dua tembakan, yang merusak paru-paru kanannya, sedangkan Reinado tewas. Perserikatan Bangsa-Bangsa membantah tuduhan bahwa petugas mereka membiarkan Jose Ramos-Horta berdarah selama lebih dari 30 menit tanpa pertolongan. Bantahan itu disampaikan dengan menyebarkan catatan panggilan darurat, yang menunjukkan bahwa sejak presiden ditemukan hingga ambulans datang hanya berselang dua menit. Catatan itu menunjukkan panggilan darurat pertama diterima pukul 06.59 waktu setempat (04.59 WIB). Polisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tiba pukul 07.15 (05.15 WIB) dan menemukan Ramos-Horta di dalam kompleks kepresidenan di dekat pagar bambu pukul 07.23 (05.23 WIB dan ambulans tiba pukul 07.25 (05.25 WIB). Namun, Arsenio menyatakan petugas Perserikatan Bangsa-Bangsa menolak memberi pertolongan saat datang dan mereka tidak beranjak dari perintang jalan, yang didirikan di dekat kediaman presiden itu. "Mereka seharusnya berbuat sesuatu, tidak duduk di perintang jalan," katanya, lalu menyatakan kalau itu segera dilakukan, "keadaannya mungkin lebih baik." Pemimpin tentara Timor Timur, Brigadir Jenderal Taur Matan Ruak, juga meminta penjelasan dari pasukan keamanan asing tentang cara pemberontak itu dapat menyerang Jose Ramos-Horta dan perdana menteri Xanana Gusmao. Ruak mengatakan terdapat "kekurangmampuan", yang ditunjukkan pasukan keamanan asing di negara tersebut. Pasukan asing itu terdiri atas 1.100 tentara Australia dan Selandia Baru serta lebih dari 1.600 polisi Perserikatan Bangsa-Bangsa dari 40 negara. Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith kepada parlemen menyatakan penyelidikan penuh akan dilakukan dan pasukan asing akan "memperhatikan jika ada yang harus dipelajari dari perkara itu," katanya kepada Reuters.(*).
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008