Oleh Eddy Karna SinoelYogyakarta (ANTARA News) - "Saya tidak ambil pusing kalau ada yang tidak setuju. Saya ingin mendidik masyarakat Sleman untuk tidak terus-menerus menghujat dan membenci almarhum mantan Presiden Soeharto," kata Bupati Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ibnu Subiyanto. Pernyataan Ibnu Subiyanto itu dipertegasnya lagi ketika dia ditanyai wartawan tentang kemungkinan bakal munculnya kontroversi menyusul gagasannya mengganti nama Jalan Godean, salah satu jalan utama di kabupaten itu, menjadi Jalan Soeharto. "Saya siap menerima," katanya. Menurut rencana sang bupati, penggalan jalan yang akan diberi nama Soeharto itu mulai dari perempatan jalan lingkar barat hingga Jati Kencana. Selain itu akan dibuat pula patung Soeharto di perempatan jalan lingkar barat Demak Ijo kawasan Godean. "Rencana itu perlu dikaji lebih dulu untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap penggunaan nama Soeharto sebagai nama jalan," kata sejarahwan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Teguh Wibowo. Menurut dia, langkah itu diperlukan, agar pengantian nama jalan tersebut tidak menimbulkan polemik. Ia mengatakan, yang perlu dilakukan itu antara lain kajian jasa Soeharto, dengar pendapat dengan elemen masyarakat, serta meminta pertimbangan anak-anak Soeharto. "Dengan demikian, pergantian nama jalan itu tidak menimbulkan kontroversi dan semua elemen masyarakat bisa menerimanya," ujar Teguh. Pandangan yang sama juga dikemukakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sleman, Rendradi Suprihandoko. Dia mengatakan, penggantian nama jalan Godean menjadi jalan Soeharto perlu pertimbangan matang. "Dewan belum bisa menanggapi gagasan Bupati Ibnu Subiyanto tersebut, di samping memang belum mambahasnya dalam rapat paripurna. Tidak usah terburu-buru," ujarnya. Menurut dia, Soeharto memang memiliki jasa bagi perkembangan di negeri ini, tapi harus pula diakui bahwa sosoknya masih memunculkan kontroversi. Pemerintah daerah setempat pernah mengganti nama Jalan Gejayan menjadi Jalan Affandi, pelukis, dan perubahan itu tidak menimbulkan polemik. Dalam sejarah kebudayaan nasional, Affandi yang lahir di Cirebon (Jawa Barat) pada 1907 dikenal sebagai sosok pelukis bertaraf internasional, dan pernah tercatat sebagai tokoh sentral di Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), salah satu organisasi di bawah payung Partai Komunis Indonesia (PKI). Sementara itu, Ketua DPRD DIY, Djuwarto, mengatakan bahwa semua pihak sebaiknya berpikir matang soal pemberian nama Jalan Soeharto, karena nama jalan itu menyangkut wilayah publik. Penggantian nama jalan itu tidak usah terburu-buru karena prosesnya perlu waktu yang cukup panjang. "Karena menyangkut wilayah publik, maka perlu diminta masukan dari masyarakat dan keluarga Soeharto," katanya.Secara terpisah, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Budiyanto, berkomentar: "Rencana itu terlalu berlebihan." Menurut dia, sosok Presiden kedua RI itu masih menimbulkan pro dan kontra, terutama mengenai kasus hukumnya. Selama ini ada jasa besar Soeharto, tetapi patut dicatat pula bahwa kesalahan dan pelanggaran yang dibuatnya juga besar, ujarnya. "Karena itu, terlalu berlebihan jika Pemkab Sleman ingin mengganti nama jalan Godean menjadi jalan Soeharto. Kesannya terlalu terburu-buru dan akan mengundang reaksi masyarakat," katanya. Menurut dia, proses hukum Soeharto masih berjalan dan dari pantauan mahasiswa ada upaya-upaya menghilangkan kasus tersebut atau mengalihkannya ke isu lain. Selain itu, menurut dia, pengabadian nama Soeharto menjadi nama jalan juga akan menimbulkan reaksi keras dari masyarakat, khususnya mereka yang merasa perlu keadilan dalam masalah hukum. "Rencana pemberian gelar pahlawan nasional atau pengibaran bendera setengah tiang selama tujuh hari ketika Soeharto meninggal saja memunculkan reaksi masyarakat," katanya. Ia khawatir bahwa pergantian nama jalan ini akan menimbulkan reaksi yang lebih keras lagi. "Mahasiswa meminta Pemkab Sleman untuk menunda atau bahkan membatalkan rencana penggantian nama jalan tersebut sampai ada penjelasan mengenai status hukum Soeharto," katanya menambahkan. (*)
Oleh
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008