Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional (Komnas) HAM meminta menteri dalam negeri (Mendagri) segera membatalkan pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) No 8/2007 tentang Ketertiban Umum yang diajukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. "Isi perda itu secara nyata bertentangan dengan UUD 1945, UU No 39/1999 tentang HAM, UU nomor 11/2005 tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya," kata Ketua Tim Kajian Komnas HAM, Yosep Adi Prasetyo, di Jakarta, Kamis. Selain itu, kata dia, perda itu juga bertentangan dengan UU nomor 12/2005 tentang Hak-hak Sipil dan Politik, serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Ia mengatakan perda tibum juga tidak memenuhi prinsip-prinsip keperluan yang dipersyaratkan dalam pembatasan hak sebagaimana yang telah diatur dalam standar internasional yang disepakati. "Sejumlah pasal di dalam perda, bisa mengancam hak atas perumahan, hak atas pekerjaan, dan hak atas kebebasan untuk bergerak," katanya. Secara umum, kata dia, perda itu juga berpotensi membahayakan hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya warga negara yang seharusnya dijamin oleh negara sebagai pemangku kewajiban bagi pemenuhannya. Prosedur proses penyusunan perda tersebut berlangsung secara tertutup dan minim akan proses konsultasi publik. "Selain itu, prosedur penyusunan perda tidak melewati proses harmonisasi yang melibatkan Panitia Rencana Aksi Nasional Hak Asasi (Ranham)," katanya. Komnas HAM sendiri sudah menyampaikan hasil kajian terhadap perda tersebut kepada mendagri pada 11 Februari 2008 melalui surat Nomor 07/WATUAII/II/2008. "Komnas sendiri telah menerima berbagai keluhan dan pengaduan dari masyarakat bahwa di dalam perda itu berisi ketentuan-ketentuan yang bisa mengancam HAM," katanya. Pada 10 September 2007, DPRD DKI Jakarta menyetujui Perda Tibum yang diajukan Pemprov DKI Jakarta. Perda itu sekaligus menggantikan Perda Nomor 11/1988 yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan tata nilai kehidupan bermasyarakat warga Jakarta.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008