Jakarta (ANTARA News) - DPR RI mendesak pemerintah mengambil langkah serius terkait adanya WNI yang menjadi tentara Malaysia karena hal itu berpotensi menimbulkan pertikaian antarwarga Indonesia, khususnya di perbatasan kedua negara. "Ini bisa menimbulkan kemungkinan terjadinya perubahan garis batas (kedua negara). Jika aparat keamanan kita menangkap mereka, itu berarti bertempur dengan rakyat sendiri. Jadi ada unsur adu domba antar anak Bangsa Indonesia," kata Ketua DPR RI Agung Laksono di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis. Karena itu, Agung mendesak pemerintah mengambil langkah diplomatik untuk menyikapi persoalan tersebut. Persoalan ini harus diselidiki di lapangan dan bila ditemukan hal tersebut, harus diambil sikap tegas, katanya. "Kalau ditemukan, kita harus memprotes agar langkah-langkah seperti itu (merekrut WNI jadi tentara Malaysia) tidak dilanjutkan," katanya. Agung menyatakan prihatin karena ada WNI yang menjadi tentara bagi negara lain dengan hanya diiming-imingi uang Rp2 juta hingga Rp3 juta mereka harus melepas nasionalisme. "Ini harus disikapi serius. Tidak hanya Deplu yang harus melakukan penyelidikan dan tindakan, tetapi juga Dephan karena ini sudah mengarah kepada bagian dari sistem pertahanan," katanya. Agung mengemukakan, jika perekrutan itu sekadar menjadi petugas keamanan di instansi, seperti perbankan di Malaysia, maka hal itu bisa dipahami. Tetapi kalau sudah menyangkut pertahanan, maka pemerintah dan TNI harus bersikap tegas. Ada hal yang perlu dilakukan pemerintah dan aparat keamanan Indonesia menyikapi hal itu, yaitu mengembangkan perekonomian di perbatasan agar kemampuan masyarakat di perbatasan tidak merangsang pemuda Indonesia untuk berpindah menjadi bagian dari pertahanan Malaysia. "Pengembangan perekonomian di perbatasan harus lebih serius. Kita sebaiknya tinjau ke lapangan, lalu sampaikan protes atau nota diplomatik," katanya. Adanya gejala WNI menjadi tenaga keamanan di Malaysia, kata Agung, harus memicu langkah pemerintah dan masyarakat serta partai politik untuk memperkuat wawasan kebangsaan.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008