Banyak koleksi dari berbagai belahan dunia yang tidak ada di museum lain di Indonesia."Jakarta (ANTARA) - Kawasan Kemang selama ini dikenal sebagai daerah di Jakarta Selatan yang menjadi pusat gaya hidup, hiburan, kuliner, dan hunian kelas atas, terutama bagi ekspatriat.
Tak hanya itu, di salah satu titik di Kemang, tepatnya di Jalan Kemang Timur 66 Jakarta Selatan, berdiri satu tujuan wisata unik yang memadukan museum, galeri seni, dan taman yang asri. Museum Di Tengah Kebun namanya.
Dengan papan petunjuk nama museum yang tidak terlalu mencolok dan bagian depannya hanya terlihat gerbang kayu besar setinggi tiga meter membuat lokasi Museum Di Tengah Kebun ini sedikit susah ditemukan orang yang ingin mengunjunginya. Aplikasi pencarian lokasi di "smartphone" seperti Google Maps dan Waze akan lebih membantu pengunjung untuk menemukan lokasi museum ini.
Setelah memasuki gerbang, lorong sepanjang 60 meter dan lebar tujuh meter dengan beragam tanaman mengantar pengunjung berjalan menuju gedung utama dengan suasana sejuk.
Seorang kurator sekaligus pemandu, Afifa Mardiatmodjo akan menyambut ramah pengunjung.
Dia akan mengantar dan memberikan informasi kepada pengunjung di 17 tempat penyimpanan koleksi museum.
"Museum pribadi milik almarhum Sjahriar Djalil ini memiliki 2.840 benda koleksi benda bersejarah dari 64 negara, termasuk 21
provinsi di Indonesia," kata Afifa.
Yang paling tua, kata dia, adalah fosil pohon yang diperkirakan berasal dari Masa Triassic (248 juta tahun), fosil kerang dari Maroko yang diperkirakan berasal dari masa sekitar 200 juta tahun lalu, dan fosil lebah.
Selain itu, lanjut Afifa, museum yang telah dibuka untuk umum sejak 2009 ini juga memamerkan koleksi beragam lukisan, patung, arca, wayang, keramik, topeng, kursi, meja, hiasan dinding, peti kayu, lemari, payung, dan tongkat.
"Ada juga tempat perhiasan, tempat manisan, peralatan makan, vas bunga, lampu, perhiasan, dan masih banyak lagi," kata perempuan lulusan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) itu.
Semuanya tertata dengan apik di setiap sudut rumah, dilengkapi dengan penamaan dan tahun barang itu dibuat.
Afifa mengatakan, semua barang didapatkan Sjahriar Dalil yang merupakan pengusaha bidang periklanan itu memiliki kisah unik tersendiri.
"Salah satunya adalah patung Kuda kecil yang berasal dari Dinasti Tang, China pada abad ke-9. Waktu ikut lelang, banyak orang yang menginginkan kuda Tang ini," kata Afifa.
Berkat kegigihannya, lanjut dia, Syahrial Djalil akhirnya yang berhasil mendapatkannya di balai lelang tersebut.
Selain berbagai koleksi yang bernilai sejarah tinggi, beberapa material bangunan museum yang didirikan pada 1980 tersebur sebenarnya juga berasal dari material-material bersejarah, seperti bau bata dan engsel pintu.
"Batu bata didapatkan dari pembongkaran gedung-gedung tua di Pasar Ikan yang ternyata merupakan bangunan VOC yang berusia 400 tahun. Sementara engsel pintu berasal dari abad ke 18, bekas dari penjara wanita di Bukit Duri," kata dia.
Semua barang bernilai sejarah yang berada di bangunan seluas 700 meter persegi dan kebun seluas 3.500 meter persegi itu dikumpulkan Syahrial Djalil selama sekitar 40 tahun terakhir dari sejumlah perjalanan keliling dunianya.
Sebagian besar barang koleksi museum ini, kata Afifa, didapatkan Syahrial dari balai lelang di berbagai kota di Eropa, Amerika, Hong Kong, dan Australia.
Menurut Afifa, semua ini diawali sejak Sjahrial masih duduk di bangku sekolah.
"Ia sangat menyukai sejarah. Ia juga tertarik pada barang-barang kuno. Rasa nasionalisme yang begitu besar jugalah yang membuatnya membangun misi tersebut dan membangun museum ini," kata Afifa.
Asal barang-barang yang beragam dan tahun pembuatannya yang berbeda-beda juga memberikan wawasan yang melimpah bagi setiap pengunjung museum.
Perjalanan tur museum selama dua jam berakhir di taman yang berada di bagian belakang rumah. Ternyata pendiri dan pemilik Museum Di Tengah Kebun, Syahrial Dalil yang meninggal pada 17 April 2019 itu dimakamkan di area kebun tersebut.
“Museum di Tengah Kebun ini untuk belajar dan mengetahui peradaban manusia. Amanah Almarhum Syahrial agar semua wawasan di museum ini bisa diakses secara gratis untuk rakyat Indonesia," kata Afifa.
Untuk mengunjungi Museum Di Tengah Kebun pengunjung tak perlu menyiapkan uang untuk masuk karena museum ini dibuka secara gratis.
"Namun, pengunjung perlu mendaftarkan diri melalui nomor telepon pengurus museum (081-3112-73300) sebelum berkunjung karena waktu kunjungan hanya dibatasi pada Sabtu dan Minggu dengan dua sesi kunjungan, pagi (pukul 9.30-11.30) serta siang (pukul 12.30-14.30)," kata Afifa.
Selain itu, pembatasan juga dilakukan pada jumlah pengunjung agar menjaga kenyamanan selama tur museum dan menjaga keawetan benda-benda koleksi. "Setiap sesi tur kunjungan wisatawan di Museum ini kami membatasinya maksimal 20 orang," kata dia.
Oleh karena itu, Afi mengimbau bagi masyarakat yang ingin mengunjungi Museum Di Tengah Kebun ini untuk memesan tempat jauh-jauh hari agar peluang mendapatkan tempat dalam sesi tur museum lebih besar.
"Banyak yang secara mendadak mendaftar, tapi malah tidak kebagian tempat karena komitmen kami dalam pembatasan itu untuk pelayanan yang maksimal bagi pengunjung," kata Afifa.
Sementara itu, salah satu pengunjung asal Kalibata, Titik Tri Kuntarti mengaku tidak menyangka di kawasan Kemang terdapat museum yang lengkap dengan suasana yang teduh dengan banyak tanamannya.
"Untuk sebuah museum milik pribadi, museum ini merupakan ensiklopedia dunia yang tak kalah lengkap dari museum milik pemerintah," kata Titik.
Senada dengan Titik, pengunjung asal kota Depok, Jawa Barat, Ribkania mengatakan Museum Di Tengah Kebun ini merupakan salah satu tujuan wisata tersembunyi di Jakarta yang perlu dikunjungi kawula muda.
"Banyak koleksi dari berbagai belahan dunia yang tidak ada di museum lain di Indonesia," kata dia.
Apalagi meski dimiliki perorangan, lanjut Ribka, tujuan wisata tersebut bisa diakses seluruh lapisan masyarakat secara gratis.
Baca juga: Presiden Argentina kunjungi kawasan wisata Kota Tua Jakarta Barat
Baca juga: Membenahi wisata Jakarta di kepulauan
Baca juga: Menikmati Jakarta saat dipeluk malam
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019