Brisbane (ANTARA News) - Peran Australia di Timor Leste memberi kontribusi positif bagi upaya pemerintah negara itu menjaga stabilitas dan keamanannya namun posisi Australia kini dilematis karena rakyat Timor Leste sudah mulai bosan dengan kehadiran pasukan asing, kata seorang pengamat masalah Timor Leste di Universitas Nasional Australia (ANU). "Untuk menjaga keamanan, kehadiran pasukan Australia memang positif tapi citra Australia di Timor Leste sudah tidak sebagus dulu. Orang-orang Timor Leste sudah mulai bosan dengan kehadiran pasukan asing di negaranya bukan hanya pasukan asal Australia tetapi juga Portugal," kata Dr George Quinn, Selasa. Kepada ANTARA News yang menghubunginya dari Brisbane, pengamat masalah Timor Leste yang juga dosen senior di Fakultas Studi-Studi Asia Universitas Nasional Australia itu mengatakan, posisi Australia dilematis di tengah keinginannya yang kuat untuk membangun hubungan yang baik dengan masyarakat Timor Leste. Beberapa pertanda mulai bosannya rakyat Timor Leste dengan kehadiran pasukan asing itu bisa dilihat dari insiden caci maki, rakyat tidak lagi begitu bersemangat bekerja sama, serta terjadinya beberapa insiden tembak menembak dan bom kecil di depan markas pasukan "Stabilization Force" di Dili, katanya. "Ini pertanda masyarakat sudah lebih curiga dan tidak senang," kata George Quinn. Di tengah kondisi psikologis rakyat Timor Leste itu, jika personel keamanan PBB maupun pasukan asing tidak lagi ada di negara kecil itu, dikhawatirkan akan timbul gejolak baru, katanya. Mengenai kondisi sosial-ekonomi rakyat Timor Leste pasca-lepasnya wilayah itu dari Negara Kesatuan RI, George Quinn mengatakan, kondisi ekonomi rakyat khususnya di daerah-daerah pedalaman belum membaik karena pasar-pasar yang sempat dirusak pasukan Indonesia saat mundur tahun 1999 masih belum diperbaiki. "Saya sedih melihat kerusakan yang terjadi ketika Indonesia mundur dari Timur Leste tahun 1999. Banyak jalan, jembatan, dan gedung pasar yang dihancurkan belum diperbaiki padahal semua itu merupakan prasarana penting untuk kehidupan rakyat di pedalaman," katanya. Di satu sisi, Indonesia bertanggungjawab terhadap kondisi ini tapi di sisi lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pemerintah Timor Leste tidak berbuat banyak di wilayah-wilayah pedalaman negara itu, katanya. "Dipandang dari satu sudut Indonesia bertanggungjawab, tapi dipandang dari sudut lain, mengapa sarana semacam itu tidak diperbaiki oleh PBB, dan pemerintah Timor Leste pun tidak berbuat banyak di pedalaman padahal Timor Leste tidak kurang duit," katanya. Dalam pandangan George Quinn, pemerintah Timor Leste tidak dapat mengabaikan kondisi ini supaya rakyat tidak "setengah patah semangat", katanya. "Di tahun 1990-an, saya sering kali berkunjung ke Provinsi Timor Timur. Kondisi ekonomi Timor Timur lebih bagus dulu dibandingkan sekarang. Pemerintah Timor Leste belum mampu mengangkat derajat ekonomi rakyatnya sebagus Indonesia tahun 1990-an dulu," katanya. Timor Leste kembali menjadi sorotan dunia setelah Senin dini hari (11/2), kelompok gerilyawan pimpinan Alfredo Reinado menyerang rumah Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta di Dili. Dalam serangan itu, Presiden Horta mengalami tiga luka tembakan sedangkan Alfredo dan seorang anak buahnya dilaporkan tewas. George Quinn mengatakan, tewasnya Alfredo memberikan harapan baik bagi terbangunnya stabilitas keamanan di Timor Leste dalam jangka panjang.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008