Jakarta (ANTARA News) - Pihak Kejaksaan Agung menangani delapan perjanjian penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (BLBI/KLBI). Lampiran Keterangan dan Jawaban Pemerintah atas Interpelasi DPR yang disampaikan Menko Perekonomian, Boediono, dan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, di Jakarta, Selasa, menyebutkan bahwa empat perjanjian PKPS saat ini sedang dalam tahap penyidikan. Keempat perjanjian PKPS itu adalah pertama kasus Bank Centris dengan empat pemegang saham, yaitu Andri Tedjadharma, PT Centris Mekarlestari, Prasetyo Utomo, dan Paul Banuarsa Silalahi. Kedua, kasus Bank Orient dengan pemegang saham Kwan Benny Ahadi. Ketiga, kasus Bank Dewa Rutji dengan pemegang saham Sjamsul Nursalim, dan keempat kasus Bank Arya Panduartha dengan pemegang saham Kaharudin Ongko. Terhadap empat kasus itu, saat ini sedang dalam tahap penyelidikan. Apabila tidak ditemukan adanya perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang, namun ada kerugian negara, maka akan diserahkan kepada Menkeu untuk penyelesaiannya. Sementara itu penyidikan terhadap dua kasus PKPS dihentikan, yaitu pertama pada PKPS Bank Deka dengan pemegang saham Dewanto Kurniawan, Royanto Kurniawan, Leo Polisa, dan Rasjim Wiraatmadja. Kedua, kasus Bank Central Dagang dengan pemegang saham Hindarto Tantular dan Anton Tantular. Penyidikan pada kasus Bank Deka dihentikan karena tidak ditemukan adanya perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang, namun apabila ada kerugian negara akan diserahkan kepada Menkeu untuk penyelesaian. Penyidikan Bank Central Dagang dihentikan karena tidak ditemukan adanya perbuatan melawan hukum dan kerugian sudah diselesaikan dengan penyerahan aset ke BPPN. Satu perjanjian PKPS dikembalikan penanganannya kepada Tim Pemberesan BPPN per 10 November 2005 yaitu pada Bank Dharmala dengan pemilik saham Sujanto Gondokusumo. Satu kasus sudah divonis dan dieksekusi yaitu kasus Bank Aspac dengan pemegang saham Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono. Hendrawan Harjono divonis setahun penjara, denda Rp0,5 m subsider tiga bulan kurungan, biaya perkara Rp2.500. Sementara Setiawan Harjono divonis enam bulan penjara dengan denda Rp30 juta subsider empat bulan kurungan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008