Yogyakarta (ANTARA News) - Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang diduga terkait dengan tindak pidana pencucian uang di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, demikian catatan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Pada 2003 laporan LTKM yang telah disampaikan PPATK kepada penegak hukum mencapai 31 kasus, dan pada 2004 naik menjadi 345, kemudian 2005 menjadi 489, serta 2006 sebesar 633, kemudian 2007 naik drastis menjadi 1.009, kata Staf Ahli PPATK, Ramlan, dalam sosialisasi rezim anti-pencucian uang di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Selasa.
LKTM yang disampaikan kepada penegak hukum itu diterima PPATK dari penyedia jasa keuangan, seperti perbankan, perusahaan efek, pedagang valas dan lembaga pembiayaan lain, ujarnya.
Ia mengemukakan, dari laporan sebanyak itu yang telah diputus oleh penegak hukum sekitar 11 kasus tindak pidana pencucian uang, yang sebagian besar terjadi di Jakarta, Kebumen, Bandar Lampung dan Bandung.
Terkait dengan tugas dan kewenangan PPATK, ia mengatakan, telah dilakukan amandemen Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Pencucian Uang menjadi UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang saat ini masih dalam bentuk Rancangan UU.
RUU tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang itu saat ini sudah berada di DPR-RI untuk dibahas dan diharapkan selesai tahun ini untuk selanjutnya disahkan menjadi UU.
Dalam RUU tersebut kewenangan PPATK diperluas, diantaranya dari semula hanya menganalisis suatu perkara, ditambah kewenangan menyelidiki suatu perkara.
Latar belkang amandemen UU itu di antaranya adalah teknik dan modus tindak pidana pencucian uang yang semakin canggih dan beragam, menghindari sistim keuangan masuk ke lembaga nonkeuangan serta meningkatkan efektivitas penegakan hukum dan pengembalian aset, katanya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008