Semarang (ANTARA News) - Penguasa Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, mengatakan bahwa Raja Mataram Sultan Agung merupakan sosok pemimpin yang perlu diteladani. "Saya kira banyak hal yang dapat kita teladani dari sosok Sultan Agung, terutama wawasannya yang luas dan komprehensif meliputi semua dimensi kehidupan, keagamaan, dan kenegaraan," katanya pada peringatan Tahun Baru Hijriah di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) di Semarang, Selasa. Ia mengatakan, Sultan Agung sebagai pendiri Kerajaan Mataram berpandangan bahwa pertanian merupakan sumber ekonomi sekaligus sebagai sumber kejayaan. Untuk itu, katanya, penguasaan tanah yang luas dengan penaklukan banyak daerah lain adalah mutlak dilakukan, "Jadi, penguasaan tanah yang luas harus dilakukan demi kepentingan ekonomi di satu pihak dan kepentingan politik di lain pihak," katanya. HB X, yang berbicara masalah peran Sultan Agung dalam membangun peradaban Islam di tanah Jawa, mengatakan bahwa Mataram memiliki kekayaan sangat besar yang tidak dapat dihabiskan sendiri yaitu beras. Menurut dia, melalui swasembada beras, maka Mataram dapat mengimpor berbagai barang dari luar negeri, seperti kain katun, sutera, porselen, rotan, dan permata, bahkan membeli senjata berat layaknya meriam. Sebagai Raja Jawa, katanya, Sultan Agung memiliki wawasan politik yang luas dan jauh ke depan, melebihi siapa pun yang hidup pada zamannya. "Dalam bahasa ilmu politik atau kenegaraan, ia menguasai konsep politik yang dikenal dengan doktrin `keagungbinataraan`," katanya. Menurut doktrin tersebut, katanya, kekuasaan Raja Mataram harus merupakan ketunggalan yang utuh dan bulat. Kekuasaan itu tidak tersaingi, tidak terkotak atau terbagi, dan merupakan totalitas, tidak hanya pada bidang tertentu. Ia mengatakan, Sultan Agung bukan hanya seorang yang saleh, melainkan seorang ulama besar, bahkan seorang filsuf. Dalam penulisan sastra Jawa, khususnya mengenai babad, dilakukan menggunakan tulisan Jawa, tetapi termuat bagian-bagian tertentu dari ajaran Islam. Pada tahun 1633, menurut dia, Sultan Agung berjasa dalam mengembangkan kalender Jawa dengan memadukan tarikh hijriah dan tarikh saka. "Sultan Agung telah memberikan contoh keterbukaan terhadap pengaruh budaya dari luar tanpa mengubur kebudayaan sendiri. Sebaliknya, dengan wawasan dan politik kebudayaannya, kebudayaan Jawa justru berkembang," demikian Sultan HB X. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008