Jakarta (ANTARA) - Indonesia Police Watch (IPW) menilai seleksi Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menjadi pintu masuk untuk membersihkan lembaga antirasuah tersebut dari figur-figur yang bermasalah.
Termasuk terhadap individu yang di dalam masih tersangkut perkara kriminal, tidak sepatutnya menggunakan institusi KPK sebagai tameng dan tempat berlindung.
"Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK dan pimpinan KPK terpilih, serta seluruh elemen KPK, harus berjiwa besar membersihkan KPK dari figur-figur seperti itu dengan cara menyelesaikannya di pengadilan," kata Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S. Pane, di Jakarta, Jumat.
Neta berharap siapapun yang nanti terpilih bisa menjalankan amanah membersihkan KPK dari tempat bersembunyi figur bermasalah dan ancaman paparan radikalisme. Tercatat ada 35 orang dari berbagai unsur masyarakat, termasuk Kepolisian Republik Indonesia (Polri), yang sudah mendaftar ke Pansel Capim KPK yang masa pendaftarannya akan berakhir pada 4 Juli.
Baca juga: Belum ada unsur KPK mendaftar sebagai calon pimpinan
Baca juga: Kapolri harapkan ada unsur Polri dalam Komisioner KPK
Dari unsur Polri, hingga pertengahan Juni tercatat ada sembilan perwira tinggi yang telah mendaftar. “Ada kemungkinan bertambah. Kalau tidak salah sekarang sudah menjadi 13 perwira tinggi,” ujar Neta.
Dari deretan perwira tinggi Polri itu, ada dua jenderal bintang dua berkualifikasi terbaik yang siap menjadi pimpinan KPK. Mereka adalah Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri Inspektur Jenderal Antam Novambar dan perwira tinggi Bareskrim Polri yang sedang dalam penugasan di Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Inspektur Jenderal Dharma Pongrekun.
Kebetulan, belum juga proses seleksi dimulai, kedua kandidat ini sudah mendapat kritik tajam dari sebagian pihak. Antam dan Dharma dituding pernah terlibat dalam upaya pelemahan terhadap KPK. Yaitu, ketika melakukan pemeriksaan terhadap Penyidik Senior KPK Novel Baswedan ihwal dugaan penganiayaan hingga tewas terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu.
IPW tidak menutup mata menanggapi kritikan tersebut. Neta menganggap kritikan sebagai wujud check and balance dari masyarakat terhadap kedua perwira tinggi Polri yang diunggulkan dalam seleksi kali ini sah-sah saja. “Namun, tudingan ada usaha pelemahan KPK atas pelaksanaan tugas keduanya dalam kasus Novel ini merupakan kritik yang tendensius,” kata dia.
Kritik semacam ini, ungkap Neta, adalah serangan terhadap Capim KPK dari unsur Kepolisian. Ada pihak-pihak yang takut bersaing dan tidak siap untuk bertarung secara fair dalam seleksi Capim KPK. Padahal, keduanya adalah calon terbaik dari unsur Kepolisian. "Keterlibatan mereka dalam pemeriksaan Novel itu bukan pelemahan KPK dan kriminalisasi melainkan upaya penegakan hukum," ujarnya.
Lebih jauh, Neta berharap Novel dan pihak-pihak di belakangnya tidak perlu takut dengan kehadiran Capim KPK dari Kepolisian yang pernah berupaya memeriksanya dalam kasus yang melibatkan Novel. Semua pihak harus segera mendorong upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh siapapun.
Model serangan ala Novel ini, menurut Neta, seperti menggunakan KPK sebagai tempat berlindung dari kasus kriminal. "Jangan merasa istimewa karena sudah berada di KPK, dan merasa dirinya paling bersih. Hadapi saja kasusnya, dan biarkan pengadilan yang membuktikan," kata Neta, menegaskan.
Baca juga: Perwira tinggi Polri disebut belum daftar capim KPK
Baca juga: DPR targetkan uji kelayakan capim KPK mulai September
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019