Jakarta (ANTARA) - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengurangi vonis Lucas, seorang pengacara, menjadi 5 tahun penjara dalam perkara merintangi penyidikan terhadap tersangka Eddy Sindoro, bekas petinggi Lippo Group.
"Menerima permintaan banding yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum KPK. Mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp600 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," demikian diputuskan oleh majelis hakim PT DKI Jakarta pada 26 Juni 2019.
Baca juga: KPK hormati putusan pengadilan atas terdakwa Lucas
Putusan tersebut dapat dilihat di laman putusan.mahkamahagung.go.id.
Artinya majelis hakim banding yang terdiri atas Daniel Dalle Pairunan selaku ketua majelis dengan anggota I Nyoman Adi Juliasa, Achmad Yusak, Reny Halida Ilham Malik dan Lafat Akbar tersebut memperingan hukuman yang diterima oleh Lucas.
Pada putusan majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta 20 Maret 2019, Lucas divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan. Putusan itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang menuntut Lucas divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Majelis hakim banding juga memerintahkan JPU KPK membuka 14 rekening Lucas baik berupa rekening tabungan maupun rekening dana investor yang ada di berbagai bank.
Salah satu pertimbangan pengurangan masa pidana Lucas adalah agar tidak terjadi disparitas hukuman antara Lucas dan Eddy Sindoro.
"Menimbang, bahwa dari fakta hukum yang terjadi dipersidangan akhirnya terdakwa Eddy Sindoro telah menjalani proses hukum dan dijatuhi pidana oleh Pengadilan Tipikor selama 4 tahun, demikian juga terdakwa Lucas telah menjalani proses hukum dan dijatuhi pidana selama 7 tahun. Agar tidak terjadi disparitas yang tinggi maka pidana yang dijatuhkan kepada Eddy Sindoro selaku pleger dengan pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa Lucas sebagai yang turut serta melakukan tindak pidana atau medepleger tidak boleh terlalu tinggi perbedaan pidana yang dijatuhkan sehingga antara pleger dengan medepleger harus mendapatkan keadilan yang tidak terlalu jauh berbeda," demikian disebutkan dalam pertimbangan putusan.
Terkait putusan ini, baik KPK maupun pengacara Lucas masih menyatakan pikir-pikir.
"Nanti dilihat usulan atau pendapat JPU dulu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
"Kami sedang mendiskusikan langkah hukum selanjutnya," kata pengacara Lucas, Aldres Napitupulu.
Lucas dalam vonis 20 Maret 2019 mengatakan tidak akan menerima satu hari pun dipenjara karena dinyatakan bersalah dalam perkara tersebut.
Dalam perkara ini, Lucas yang merupakan pengacara Eddy Sindoro selaku bekas petinggi Lippo Group yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap kepada panitera pengadilan negeri Jakarta Pusat tapi berada di luar negeri untuk tidak pulang ke Indonesia.
Lucas menyarankan Eddy Sindoro mencabut paspor Indonesia, agar bebas dapat pergi kemanapun, dan menunggu setelah 12 tahun untuk kadaluarsa perkaranya, karena jika Eddy Sindoro masih berstatus sebagai WNI maka KPK akan tetap dapat mengejarnya.
Lucas lalu mengatur agar saat Eddy mendarat di Bandara Soekarno Hatta langsung dapat melanjutkan penerbangan keluar negeri tanpa melalui proses pemeriksaan Imigrasi. Lucas menghubungi Dina Soraya untuk mengatur hal tersebut. Dina lalu menghubungi Dwi Hendro Wibowo alias Bowo.
Bowo dan Duty Executive PT Indonesia Air Asia Yulia Shintawati lalu menjemput Eddy, Jimmy dan Michael Sindoro di depan pesawat menggunakan mobil AirAsia langsung menuju Gate U8 terminal 3 tanpa melalui pemeriksaan imigrasi, dimana Ridwan telah mempersiapkan boarding pass mereka.
Setelah Eddy Sindoro berhasil meninggalkan Indonesia, Bowo memberikan sebagian uang dari Lucas kepada orang-orang yang telah membantunya
Akibat perbuatan Lucas, menurut hakim, penyidik menjadi terintangi dalam melakukan penyidikan, yakni tidak dapat memantau perlintasan Eddy Sindoro masuk atau keluar Indonesia, karena sarana untuk memantau perlintasan seseorang masuk/keluar Indonesia adalah data perlintasan dari tempat pemeriksaan imigrasi di bandara atau pelabuhan.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019