Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mengeluarkan surat peringatan (default) kepada PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) karena hingga kini belum juga menyelesaikan proses divestasi 10 persen sahamnya.
Dirjen Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Departemen ESDM, Simon Sembiring, di Jakarta, Senin malam, mengatakan pemerintah memberi batas waktu sampai 22 Februari 2008 kepada NNT menyelesaikan proses divestasi tersebut.
"Tadi sore saya terbitkan surat `default`-nya. Kami beri waktu sampai 22 Februari ini. Bila tidak, pemerintah dapat menggunakan haknya membatalkan kontrak karya NNT secara sepihak," katanya.
Menurut Simon, sebelum 22 Februari, NNT harus menyelesaikan kesepakatan penjualan sahamnya ke Pemda Kabupaten Sumbawa Barat sebesar tiga persen dan Kabupaten Sumbawa dan Propinsi NTB sebesar tujuh persen.
Kesimpulan rapat dengar pendapat Komisi VII DPR dengan Simon Sembiring pada 28 Nopember 2007 juga meminta pemerintah mengambil langkah-langkah sesuai ketentuan kontrak karya termasuk pemutusan kontrak kepada NNT apabila proses divestasi tak kunjung selesai.
Divestasi berlarut-larut karena Newmont beranggapan prosesnya sudah bukan lagi antara NNT dengan pemerintah, melainkan dengan perusahaan atau masuk ke mekanisme kesepakatan bisnis (b to b).
Sebab, pembeli saham tiga persen NNT adalah PT Tambang Sumbawa Barat yang ditugaskan Pemda Kabupaten Sumbawa Barat.
Sedang, pembeli saham tujuh persen saham adalah PT Bumi Sumbawa Emas yang ditunjuk Pemda Propinsi NTB dan Kabupaten Sumbawa.
Kedua perusahaan itu dinilai tidak murni dimiliki pemda.
Dengan masuk mekanisme "b to b" maka harga penawaran tidak lagi sama dengan harga yang ditawarkan ke pemerintah.
Harga penawaran tiga persen saham NNT ke pemerintah adalah 109 juta dolar AS dan tujuh persen 282 juta dolar AS.
Sesuai kontrak karya, sebanyak 51 persen saham PT NNT yang dimiliki asing didivestasikan secara bertahap kepada Pemerintah Indonesia. Sebanyak 20 persen di antaranya telah dimiliki pihak Indonesia.
Sedang 31 persen sisanya didivestasi sebanyak tiga persen tahun 2006, tujuh persen 2007, tujuh persen 2008, tujuh persen 2009, dan tujuh persen 2010.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008