Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi mengharapkan pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim datang memenuhi panggilan diperiksa sebagai tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Jumat.

"KPK sudah mengirimkan surat panggilan kepada keduanya. Kami berharap panggilan itu bisa dipenuhi sehingga yang bersangkutan bisa memberikan keterangan dan klarifikasi kepada penyidik," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Otto Hasibuan: Sjamsul Nursalim masih berada di Singapura

Sjamsul dan istrinya merupakan tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemenuhan kewajiban pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) selaku obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

"Panggilan ini adalah kesempatan bagi keduanya untuk klarifikasi, bahkan juga bisa untuk membantah dugaan keterlibatan keduanya dalam kasus BLBI," ucap Yuyuk.

Sebelumnya, surat panggilan untuk dua tersangka tersebut telah dikirimkan ke lima alamat baik di Indonesia dan Singapura.

Di Indonesia, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan ke rumah para tersangka di Simprug, Grogol Selatan, Jakarta Selatan, sejak Kamis (20/6).

Untuk alamat di Singapura, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) ke empat alamat sejak Jumat (21/6), yaitu 20 Cluny Road, Giti Tire Plt. Ltd (Head Office) 150 Beach Road, Gateway West 9 Oxley Rise The Oaxley, dan 18C Chatsworth Rd.

Selain mengantarkan surat panggilan pemeriksaan tersebut, KPK juga meminta pihak KBRI mengumumkannya di papan pengumuman kantor KBRI Singapura.

Upaya pemanggilan tersangka, juga dilakukan dengan bantuan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB/Lembaga Antikorupsi Singapura).
Sjamsul dan Itjih diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun.

Misrepresentasi tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun. Pasalnya, saat dilakukan "Financial Due Dilligence" (FDD) dan "Legal Due Dilligence" (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp220 miliar.

Baca juga: KPK sampaikan pengajuan sebagai pihak ketiga dalam gugatan Sjamsul

Atas perbuatan tersebut, Sjamsul dan Itjih disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019