Jakarta (ANTARA News) - Bank Tabungan Negara (BTN) lebih memilih memperkuat struktur permodalan dengan jalan menerbitkan saham (Initial Public Offering, IPO) sampai 30 persen dari dua opsi yang ditawarkan. "Usulan untuk IPO 30 persen diselenggarakan paling cepat akhir bulan ketiga tahun 2008," kata Direktur Utama BTN Iqbal Latanro di Jakarta, Senin, usai jamuan resepsi dalam rangka HUT ke-58 BTN. Menurut Iqbal, usulan ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Negara BUMN selaku pemegang saham. Awalnya untuk memperkuat struktur modal BTN ditawarkan tiga opsi IPO, akuisisi, serta merger. Namun, opsi merger gugur tinggal IPO atau akuisisi. Mengenai kedua opsi ini, Iqbal mengatakan masih menunggu keputusan evaluasi tim restrukturisasi BUMN yang saat ini masih membahas hal tersebut. Iqbal mengatakan, dengan perkuatan struktur permodalan diharapkan menjadi bekal bagi BTN untuk melaksanakan ekspansi kredit yang lebih murah ke depannya. Melalui perbaikan struktur modal maka cost of fund (biaya dana) akan lebih ringan. Akan tetapi kalau melihat keinginan pemangku kepentingan (stakeholder) di bidang perumahan seperti masyarakat yang selama ini difasilitasi kreditnya dari BTN, kalangan pengembang yang tergabung dalam organisasi profesi REI dan Apersi, termasuk Kementerian Negara Perumahan Rakyat lebih memilih untuk IPO sebagai opsi perkuatan struktur modal. Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Fuad Zakaria secara tegas menolak rencana IPO tersebut. Dia justru mempertanyakan atas dasar apa pemerintah mengajukan opsi kedua (akuisisi). Fuad mengatakan, pemerintah dalam rangka memfasilitasi kebutuhan masyarakat akan rumah seharusnya memiliki bank yang fokus di bidang ini. "Kalau selama ini sudah ada BTN kenapa kemudian diutak-atik," tuturnya. Perkuatan modal metodanya sangat banyak, kata Fuad, kenapa harus memilih jalan akuisisi padahal banyak konsep yang ditawarkan apabila IPO memang tidak dapat dilaksanakan, masih ada cara dengan menjalin mitra strategis (strategic partner). "Mitranya berasal dari institusi keuangan bukan bank yang selama ini sangat berkepentingan di sektor perumahan seperti misalnya Jamsostek, Bapertarum - PNS, maupun YKPP- TNI," ujarnya. Pemerintah harusnya mempertimbangkan dampak buruk apabila langkah akuisisi sampai diambil. "Kalau terjadi gonjang-ganjing di sektor perumahan bisa saja subsidi kredit untuk rumah kemudian ditutup," ujarnya. Apalagi melalui IPO tersebut modal BTN yang semula Rp2,8 triliun tahun 2007 (belum diaudit) dapat ditingkatkan menjadi lebih dari Rp4 triliun, akan memberikan keleluasaan BTN dalam menyalurkan kredit di sektor perumahan. Fuad juga mengingatkan, BTN tidak bisa didorong keras menyalurkan kredit karena pemerintah juga harus melihat kenyataan dana subsidi untuk rumah sangat terbatas. Seperti tahun 2007 anggaran subsidi yang tersedia Rp300 miliar sudah habis sehingga BTN harus menalangi lebih dari Rp100 miliar. Bahkan sumber yang sangat dekat dengan BTN mengatakan pihak-pihak yang menginginkan opsi di luar IPO akan berhadapan dengan DPR-RI, bahkan Komisi V DPR-RI telah merancang untuk memanggil Meneg BUMN. Bahkan Presiden dan Wakil Presiden akan berkunjung ke Menpera pada Februari 2008 untuk rapat koordinasi, salah satunya membahas soal ini. Tim restrukturisasi BUMN seharusnya belajar pengalaman dari pendahulu sebelumnya yang tergusur karena hal tersebut, kata sumber tersebut. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008