Dampaknya perubahan iklim membuat Jawa semakin kering mengancam cadangan pangan
Jakarta (ANTARA) - Pakar kebumian Universitas Indonesia Prof Jan Sopaheluwakan mengingatkan, pertumbuhan industri di sepanjang jalur tol Trans Jawa harus diperhitungkan secara matang dengan daya dukung lingkungan sekitar.
"Industri bagus-bagus saja. Tetapi, kalau pola pertumbuhannya masih seperti selama ini, hanya memindahkan pusat produksi dari luar ke sini, sama saja," katanya, di Jakarta, Kamis.
Artinya, kata mantan peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu, pemerintah hanya akan terus memperbesar dan mengulangi apa yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya.
Ia mencontohkan Jakarta-Cikampek yang bisa menjadi contoh nyata bagaimana pertumbuhan industri diiringi pemekaran kota tidak bisa terhindarkan.
"Bukan cuma industri saja, tetapi juga pemekaran kota," kata Koordinator Center for Environmental Disaster, Institute for Sustainable Earth and Resource (ISER) UI itu.
Bahkan, Jan memprediksi jalur Jakarta-Bandung-Bogor-Sukabumi akan menjadi suatu kawasan megalopolis yang luar biasa besar, seiring tol Trans Jawa.
Jika tidak diperhitungkan, kata dia, Pulau Jawa akan semakin menjadi emiten polusi, karbondioksida (CO2), demi kepentingan industri otomotif, real estate, konstruksi, dan semen.
"Dampaknya perubahan iklim yang membuat Jawa semakin kering yang akan mengancam cadangan pangan kita. Beras itu kan boros (banyak membutuhkan) air," katanya.
Sementara daerah yang selama ini menjadi penghasil beras terbesar adalah di Jawa, terutama Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
Jan menambahkan dampak urbanisasi spontan seiring dengan pertumbuhan industri itu juga harus diantisipasi agar tidak melebihi daya tampung lingkungan suatu wilayah.
"Jadi, tidak terjadi migrasi ke kota-kota besar, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya yang juga sudah melebihi daya tampung," katanya.
Menurut dia, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus berkoordinasi secara masif untuk menyusun rencana tata ruang wilayah (RTRW) secara matang dan secara konsisten mematuhinya.
"Pertumbuhan di Jawa bagian utara kan makin pesat dengan tol dan sebagainya, sementara Jawa bagian selatan masih tertinggal," katanya.
Meski demikian, kata dia, pemerintah juga harus memikirkan secara matang untuk pengembangan infrastruktur di Jawa bagian selatan karena selama ini berfungsi sebagai lahan konservasi, terutama cadangan air.
"Kalau bikin akses bagus, dampaknya terjadi pemekaran kota, spekulasi lahan, dan sebagainya. Padahal, Jawa bagian selatan adalah lahan konservasi kita. Jadi, perencanaan harus matang," kata Jan.
Baca juga: BaliFokus: Pertumbuhan industri seiring tol Trans-Jawa perlu dibatasi
Baca juga: Pakar: Polusi tol Trans Jawa tidak signifikan ketimbang industri
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019