Jakarta (ANTARA News) - DPP Partai Persatuan Pembangunan menilai saat ini sudah waktunya dibangun Orde Rekonsiliasi, sebuah orde yang akan menciptakan iklim kondusif bagi segenap ihktiar memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Di antara elemen rekonsiliasi yang perlu dikedepankan itu adalah ikhtiar untuk melakukan penyederhaan partai politik secara alamiah, demikian siaran pers PPP di Jakarta, Minggu, mengutip pernyataan Ketua Umum DPP PPP, Suryadharma Ali, saat meresmikan penggunaan kantor baru DPC PPP Wonosobo di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Sabtu (9/2). "Setelah reformasi berjalan 10 tahun, sudah waktunya masyarakat Indonesia berikhtiar untuk melakukan penyederhaan partai politik secara alamiah. Pemilu 1999 dan 2004 telah secara konsisten melahirkan enam dan tujuh partai politik yang mampu menembus ambang batas persyaratan untuk mendudukkan kadernya di parlemen," kata Suryadharma. Karena alasan itu, PPP menyatakan siap mendorong dan memperjuangkan terjadinya rekonsiliasi demokrasi dengan pelembagaan hanya kepada sebanyak-banyaknya tujuh partai politik. "PPP berpendapat di parlemen tidak perlu terlalu banyak fraksi yang memperumit pengambilan keputusan. Pembentukan fraksi di parlemen harus didasarkan pencapaian ambang batas," katanya. Parpol yang tidak mampu mencapai ambang batas tidak boleh membentuk fraksi sendiri serta tidak boleh pula membentuk fraksi gabungan. Mereka, ujar Suryadharma, harus bergabung ke dalam fraksi yang dibentuk oleh partai politik yang mencapai ambang batas. PPP memandang politik yang menjamin tetap tegaknya kedaulatan rakyat dan stabilitas, akan menjadi jalan demokrasi yang dinamis dan efektif. Terkait dengan hal itu, ikhtiar yang akan ditempuh PPP adalah jalan politik yang menjamin tetap tegaknya demokrasi dan kedaulatan rakyat tanpa adanya tekanan, diskriminasi, dan rekayasa. Jalan politik itu akan bergerak berdasarkan kekuatan penalaran, komunikasi, dan pengorganisasian. "Bukan atas dasar kekuatan politik uang," kata Suryadharma. Pada bagian lain, Suryadharam yang juga Menkop dan UKM itu mengingatkan bahwa masyarakat Indonesia harus yakin akan kemampuan, daya tahan, kekuatan, dan kelemahan bangsa dalam menjalankan demokrasi. Ibarat obat, demokrasi selain memiliki dampak penyembuhan, juga berdampak mematikan jika tidak sesuai takarannya. Demokrasi yang overdosis justru akan menyebabkan gagalnya upaya memenuhi tuntutan peningkatan kesejahtaraan rakyat. "Akhirnya menjadikan demokrasi lumpuh, bahkan mati di tengah jalan. Persepsi adanya kegagalan demokrasi pascareformasi dapat dilihat dari menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu partai politik. Bahkan dibandingkan dengan tingkat kepercayaan terhadap partai-partai politik yang hanya berjumlah tiga partai pada masa Orde Baru," kata Suryadharma. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik turun seiring dengan terungkapnya berbagai skandal proyek pemerintah dan anggaran dewan perwakilan di berbagai tingkatan yang melibatkan oknum-oknum partai politik. Oleh karena itu, demokrasi bagi PPP bukan semata-mata untuk politik melainkan untuk menjamin terpeliharanya stabilitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan tetap mengedepankan pemenuhan hak-hak sosial ekonomi rakyat. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008