"Digitalisasi menjadi keharusan bagi rumah sakit, karena ke depan tarif rumah sakit ditentukan oleh pemerintah, sehingga rumah sakit perlu untuk mengefisiensikan biaya operasionalnya salah satunya lewat digitalisasi ini," kata Kepala Divisi Pengembangan RS Pelni, Didid Winnetouw kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.
Kegiatan berbagi pengalaman ini dirangkum dalam acara bincang masa depan yang diikuti sebanyak 72 direktur rumah sakit. Ini merupakan kali kedua RS Pelni mengadakan kegiatan berbagi pengalaman layanan digital.
Sejak 2014 RS Pelni telah memulai digitalisasi layanan kesehatan terutama untuk pasien rawat jalan. Layanan digital yang dilakukan mengurangi penggunaan kertas dalam berbagai keperluan seperti pendaftar, rekam medis dan lainnya.
"Digitalisasi Pelni dimulai ketika gelombang pasien banyak sejak BPJS diberlakukan," katanya.
Dengan digitalisasi ini RS Pelni dapat menghemat biaya operasional untuk kertas. Dan lebih efisien dalam layanan terutama saat mengirim berkas klaim kepada BPJS.
Kini layanan digital RS Pelni telah berkembang ke pasien rawat inap. Hampir 90 persen tidak lagi menggunakan kertas. Penggunaan kertas hanya diperlukan untuk infom pasien yakni berkas untuk tindakan medis yang membutuhkan persetujuan tanda tangan pasien.
Tidak hanya itu kini layanan parkir di Rumah Sakit Pelni juga sudah menggunaka uang elektronik.
"Kami juga punya layanan e-klinik seperti aplikasi halodoc, bedanya kami video call dengan pasien," kata Didid.
Didid menambahkan secara tidak langsung digitalisasi ini mendukung gerakan lingkungan. RS Pelni juga terdaftar sebagai rumah green hospital yakni program dari Kementerian Kesehatan.
"Salah satu indikator dari green hospital ini adalah paperless," kata Didid.
Baca juga: BPJS digitalisasi layanan kesehatan gunakan cloud hingga biometrik
Baca juga: AP II implementasikan digitalisasi layanan bus di bandara Soekarno-Hatta
Baca juga: IPC dorong pemanfaatan platform layanan digital pelabuhan
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019