Jakarta (ANTARA News) - Fraksi PPP DPR RI meminta Polda DI Yogyakarta segera menangguhkan penahanan terhadap pilot Garuda Indonesia, Marwoto Komar, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam peristiwa kecelakaan pesawat Garuda GA-200 di Yogyakarta pada Maret 2007 lalu.
Permintaan tersebut disampaikan Fraksi PPP DPR RI secara tertulis, Jumat, melalui surat resmi yang dikirimkan ke Polda DI Yogyakarta dengan tembusan kepada Kapolri, Federasi Pilot Indonesia, dan Asosiasi Pilot Garuda.
Ketua Fraksi PPP DPR, Lukman Hakim Saifuddin, menyatakan penahanan tersebut telah meresahkan seluruh pilot pada maskapai penerbangan dalam dan luar negeri, yang pada gilirannya akan amat mengganggu keselamatan dunia penerbangan Indonesia.
"Penahanan itu meresahkan karena bertentangan dengan regulasi Annex 13 pada Organisasi Penerbangan Sipil Internasional," katanya.
Meski demikian, lanjutnya, Polri harus tetap menempuh prosedur hukum yang berlaku tanpa menimbulkan keresahan atau gejolak di masyarakat.
Pilot Garuda Marwoto Komar yang bertindak selaku pilot pada kecelakaan pesawat Garuda GA-200, Maret 2007 di Yogyakarta, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Yogyakarta, pada Senin malam (4/2), setelah diperiksa lebih 10 jam.
Marwoto dijerat pasal-pasal KUHP yang mengatur soal kelalaian sesorang yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
Sebelumnya, Federasi Pilot Indonesia (FPI) juga telah meminta polisi menangguhkan penahanan Marwoto Komar karena dinilai sebagai kriminalisasi pilot yang justru akan menurunkan tingkat keselamatan penerbangan.
Penanganan semacam itu, kata Presiden FPI Manotar Napitupulu, justru membuat pilot tertekan dalam menjalankan profesinya. "Mengoperasikan pesawat dalam keadaan normal saja sudah merupakan beban bagi pilot," katanya.
Menurut Manotar, sesuai dengan Annex 13 International Civil Aviation Organization, proses penyidikan kecelakaan cukup dilakukan maskapai bersangkutan dan regulator penerbangan. Sanksi terberat untuk pilot adalah pencabutan lisensi terbangnya.
"Bagi kami (pilot), apalagi yang lebih berat selain dilarang terbang," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008