Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mutammimul Ula, di Jakarta, Jumat, mengharapkan, menyongsong Hari Pers Nasional, 9 Februari 2008, jajaran media massa Indonesia mesti lebih hati-hati lagi menyiarkan informasi, jangan malah menjadi sumber pemicu kontroversi.
Ia mengatakan itu, menanggapi kontroversi di seputar pemunculan `cover` (sampul) Majalah Mingguan Tempo, edisi 4-10 Februari, yang oleh Ketua Umum DPP Pemuda Katolik Indonesia, Natalis S, dianggap telah menghina dan menyakiti hati umat Kristiani, karena mengobok-obok maha karya `The Last Supper` dari Leonardo da Vinci.
"Sepengetahuan saya, Tempo sudah minta maaf, saya kira sudah cukup," tambah Mutammimul Ula yang komisinya di parlemen antara lain membidangi soal-soal informasi, komunikasi serta media massa itu.
Namun, ia juga mengingatkan, agar seluruh jajaran pers Indonesia sebaiknya semakin akurat dalam memilih tajuk atau ilustrasi beritanya, agar terhindar dari berbagai kontroversi.
"Tentu, Tempo khususnya dan media pada umumnya harus ekstra hati-hati dalam hal-hal yang bisa menjadi sumber atau pemicu kontroversi, apalagi menyangkut hal-hal yang sensitif, menyangkut keyakinan kelompok tertentu," kata Mutammimul Ula lagi.
Sementara itu, rekannya di Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Andreas H Pareira, sebelumnya, menyatakan, pers Indonesia seyogyanya lebih mengedepankan pola jurnalisme damai (peace journalism) dengan mempererat persatuan bangsa, serta tidak menciptakan opini publik bernuansa tendensius apalagi berpotensi memicu anarkisme.
"Memang aneh, majalah mingguan Tempo yang biasanya cerdas, malah memilih ilustrasi gambar sampul wajah yang ceroboh, dan sama sekali tidak ada relevansinya dengan substansi," katanya.
Secara terpisah, Sekretaris Fraksi Partai Golkar, Syamsul Bachri, setelah mempelajari secara seksama gambar sampul Tempo dimaksud, menganggap tak ada hal yang perlu dipermasalahkan lebih dalam.
"Saya lihat Tempo edisi 28 dengan `cover` depan Soeharto tersebut mengaitkan dengan edisi khusus yang menggambarkan sosok mantan presiden itu dari berbagai sudut pandang, termasuk pandangan dari yang pro maupun kontra. Dan saya menilainya cukup proporsional dari sisi jurnalistik," ujarnya.
Karena itu, Syamsul Bachri mengharapkan publik tak perlu ditanggapi emosional, apalagi mengaitkannya dengan agama.
"Itu sama sekali tak relevan, bahkan bisa menjadi bias," kata Syamsul Bachri mengingatkan.
Jangan Ikut Ceroboh
Sebaliknya, Andreas Pareira mempertanyakan apakah ada relevansi antara Soeharto (mantan Presiden RI) bersama anak-anaknya dengan maha karya `The Last Supper` Leonardo da Vinci.
"Bagi dunia kebudayaan internasional, juga di lingkup kehidupan religius, karya Leonardo da Vinci itu bukan hanya bernilai seni amat tinggi, tetapi juga mempunyai nilai religius untuk mereka yang meyakininya. Mestinya itu harus jadi pertimbangan redaksi majalah itu," kata Andreas Pareira mengingatkan.
Dengan penampilan sampul wajah seperti itu, menurutnya, umat Kristiani khususnya tentu bisa marah kepada Tempo.
"Tetapi sebaiknya saya anjurkan agar tidak perlu ikut-ikutan menjadi ceroboh dan bertindak emosional," ujar Andreas Pareira.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008