Jakarta (ANTARA) - Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono mengatakan terdapat tiga kemungkinan terkait putusan MK yang akan dibacakan besok, Kamis (27/6).
“MK bisa memutuskan tiga kemungkinan, yaitu permohonan diterima, tidak diterima, atau ditolak,” kata Bayu dalam diskusi publik yang diadakan di Kantor DPP PA GMNI, Jakarta, Rabu.
Bayu menjelaskan permohonan tidak akan diterima apabila permohonan mengandung cacat formil seperti melanggar hukum acara. Ia mencontohkan, hal tersebut dapat dilihat ketika pihak pemohon mengajukan perbaikan permohonan.
Baca juga: MK: Pembahasan RPH untuk perkara pilpres sudah selesai
Selain terdapat cacat formil, menurutnya permohonan juga tidak diterima apabila permohonan bersifat kabur. Misalnya, sengketa yang diajukan oleh pemohon di luar soal hasil perolehan suara seperti Sistem Informasi Perhitungan Suara (Situng) dan keterlibatan aparat dalam Pemilu 2019.
Salah satu gugatan pemohon yang meminta untuk mendiskualifikasi pasangan calon Joko Widodo-Ma’ruf Amin juga menurutnya merupakan permohonan yang memungkinkan untuk tidak diterima.
“Diskualifikasi adalah bagian Bawaslu. Menetapkan paslon 02 sebagai presiden bukan wewenang MK, memberhentikan KPU dan audit Situng juga tidak masuk hukum acara MK sehingga tidak akan diterima,” tuturnya.
Lebih lanjut Bayu menjelaskan terkait dalil kuantitatif dan kualitatif yang diajukan pemohon. Dalil kuantitatif meliputi pemohon yang menggugat ada penggelembungan suara oleh KPU. Sedangkan dalil kualitatif meliputi kecurangan yang bersifat terstruktur,sistematis,dan masif (TSM).
“Soal kecurangan TSM. Apakah pemohon bisa membuktikan? Itu yang kemarin alfa dalam sidang. Aspek kuantitatif tidak bisa dibuktikan. Maka MK mungkin tidak menerima atau menolak permohonan,” ujarnya.
Pengamat Politik Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo pada kesempatan yang sama, mengatakan putusan MK merupakan keputusan final dan mengikat maka semua pihak harus menerimanya.
Baca juga: Moeldoko belum pastikan Jokowi hadir ke MK
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai gugatan atas hasil Pemilu bukan menandakan ada kelemahan pada sistem Pemilu, tetapi justru memberikan ruang bagi pihak untuk mencari keadilan dan pemulihan atas hak politik yang dianggap dicederai.
“Jalur konstitusi adalah jalur yang sepatutnya dipilih,” kata Titi.
Diskusi di Kantor DPP PA GMNI digelar sebagai rangkaian kegiatan “Bulan Bung Karno”. Hadir sebagai pembicara lainnya yaitu Direktur Pusat Studi Konsitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, Ketua DPP PA GMNI Karyono Wibowo, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, dan Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono.
Baca juga: Pemprov DKI dukung aparat keamanan jelang putusan MK
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019