Malang (ANTARA) - Kepala Badan Litbang serta Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia Prof. Dr Abdurrahman Mas'ud menyatakan secara hukum, Indonesia sangat pro dengan hak asasi manusia (HAM) karena memuat nilai-nilai keagamaan yang universal.

"Konstitusi kita, mengakomodasi nilai-nilai penting mengenai HAM. Selain itu, kita juga meratifikasi berbagai instrumen hukum HAM internasional sehingga menjadi hukum nasional yang berlaku," kata Mas’ud dalam forum ilmiah bertajuk Compatibility between Sharia and International Human Rights Law di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Rabu (26/6).

Dalam forum ilmiah itu menghadirkan para akademisi, aktivis, serta pegiat HAM dari Indonesia dan luar negeri dan secara intensif mendiskusikan masalah HAM dan Syariah, serta isu-isu terkini yang menyertainya.

Menurut Mas'ud, perspektif sosial keagamaan, HAM dianggap sebagai nilai-nilai keagamaan yang universal. Dalam Islam misalnya, HAM adalah bagian dari Maqasid al-Syariah (tujuan-tujuan syariah) yang fundamental.

Secara praktis hukum fiqih yang ada harus berlandaskan Maqasid tersebut. Dalam konteks HAM, hukum fiqih harus menghormati, melindungi dan memenuhi nilai-nilai HAM.

"Secara sosiologis, sangat menguntungkan bagi Indonesia. Masyarakat Muslim sebagai mayoritas menjunjung nilai-nilai agama Islam yang berwajah ramah (smiling), bahagia (happy), multikultural, dan rahmatan lil 'alamin. Karena itu, dalam hal penerimaan HAM, masyarakat kita sangat apresiatif, konformistik dan inklusif (open-minded)," tuturnya.

Kendati demikian, kata pria, lulusan Islamic Studies, Universitas California, USA ini, berbagai kasus pelanggaran HAM masih sering terjadi, meskipun intensitasnya rendah. Sebagai konsekuensinya, seluruh elemen bangsa, baik aparatur pemerintah maupun masyarakat sipil memiliki kewajiban untuk saling bekerja sama sebaik-baiknya.

"Dengan soliditas sosial yang kokoh, kita akan mampu menghadapi segala rintangan yang ada," katanya.

Sementara itu, Wakil Rektor I UMM Prof Dr Syamsul Arifin menyatakan forum ilmiah ini adalah upaya untuk memperkuat perspektif HAM dalam rangka memahami Syariah. Hal ini adalah salah satu aspek penting dalam mendukung penegakan HAM jangka panjang.

Forum ilmiah tersebut merupakan kerja sama antara Pusat Studi Islam dan Filsafat (PSIF) dan Fakultas Hukum UMM, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama Republik Indonesia, Norwegian Centre for Human Rights (NCHR) University of Oslo dan International Center for Law and Religion Studies (ICLRS).

Program yang diadakan tiap tahun ini bertujuan untuk mengasah abilitas dan kapabilitas para peserta dalam bidang HAM dan Syariah.

Salah satu penyaji, Hasnan Bachtiar, membandingkan argumentasi dan praktik elaborasi HAM dan Syariah di negara-negara Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara. Pada kasus Sudan misalnya, HAM sangatlah penting karena negara tersebut sarat dengan sejarah pelanggaran HAM, kudeta dan perang sipil.

Sementara di Indonesia, HAM berlaku baik meskipun tidak bebas sepenuhnya dari masalah yang ada.

Sebelumnya, seluruh partisipan melakukan riset selama dua bulan, baik riset pustaka maupun riset lapang pada pilihan topik Syariah dan HAM di Indonesia. Di sesi seminar, para partisipan akan mempresentasikan, mendiskusikan, dan mendebat hasil penelitiannya. Hasil naskah penelitian para peserta akan dibukukan dan dipublikasikan pada Agustus-September mendatang.*


Baca juga: UMM wakili Indonesia di Kontes Robot Amerika untuk ketiga kalinya

Baca juga: Dosen UMM rambah riset internasional demi kampanye perdamaian dunia

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019