Pada prinsipnya, Kementerian ATR/BPN menerapkan proses yang ketat dan 'clear and clean'

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menjamin bahwa hak guna usaha (HGU) memiliki kekuatan hukum dalam hal kepemilikan atau penguasaan dan pengelolaan areal atau wilayah yang digunakan sebagai usaha perkebunan.

Sekretaris Direktorat Jenderal Hubungan Hukum Keagrariaan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ery Suwondo mengatakan, seperti halnya sertifikat hak milik (SHM), HGU juga bersifat pribadi (privat) yang berarti tidak mudah dan bisa sembarang orang bisa mengakses data-data HGU.

"Perbedaan dengan SHM, HGU berbatas waktu 35 tahun serta bisa diperpanjang hingga 25 tahun. HGU juga tidak bisa diwariskan turun temurun," katanya melalui pernyataan tertulis di Jakarta, Rabu.

Ery mengakui, salah satu pemicu problematika yang berdampak pada konflik horisontal warga negara, pihak swasta dan pemerintah di lapangan yang menimbulkan permasalahan, serta kerugian ekonomi tingkat nasional, terutama karena lahan perkebunan bersinggungan dengan hutan atau kawasan hutan.

"Pemberian HGU yang bermasalah, biasanya bersinggungan dengan hutan atau kawasan hutan. Namun pada prinsipnya, Kementerian ATR/BPN menerapkan proses yang ketat dan clear and clean," ujarnya.

Ery mengharapkan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan dapat menjadi solusi tumpang tindih regulasi dan peraturan terkait lain yang menjadi penyebab timbulnya konflik lahan di perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit.

“Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sedang memproses
bersama DPR. Kebijakan ini sebagai upaya untuk mengatasi dan menyinergikan regulasi yang tumpang tindih dalam pengelolaan perkebunan dan hutan tanaman industri," katanya.

Pendapat senada dikemukakan pengamat hukum kehutanan dan lingkundan Sadino. Dia mengingatkan, pemerintah punya kewenangan untuk menolak membuka seluruh data HGU karena tata cara di undang-undang perkebunan sangat ketat untuk mendapatkan HGU.

Selain prosedur ketat, waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan HGU sangat panjang.

"Pemerintah juga menerapkan aturan konsesi clear and clean sebelum menerbitkan izin HGU," kata dia.

Menurut Sadino, dalam proses pembuatan HGU, semua persoalan menyangkut hak rakyat dan ulayat sudah diselesaikan terlebih dulu, sebelum HGU diterbitkan.

Hanya saja, persoalan terbesar yang sering terjadi, biasanya ada kelompok tertentu yang merupakan pendatang, mengatasnamakan rakyat untuk menuntut tanah yang bukan haknya.

"Ini persoalan klasik yang terjadi hampir diseluruh konsesi," kata dia.

Baca juga: DPR dukung pemerintah terkait privasi data Hak Guna Usaha
Baca juga: Pakar sebut penutupan data HGU untuk lindungi kepentingan nasional
Baca juga: Walhi sebut informasi HGU harusnya mudah diakses publik

Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019