Jenewa (ANTARA News) - Tak ada satu negara pun yang telah melaksanakan semua tindakan anti-merokok yang diperlukan untuk mencegah penyakit, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporan terbarunya, Kamis.
"Meskipun berbagai upaya guna memerangi tembakau meraih momentum, sebenarnya setiap negara perlu berbuat lebih banyak lagi," kata Margaret Chan, Direktur Jenderal badan PBB itu.
Badan dunia tersebut mendapati bahwa hanya 5 persen dari seluruh penduduk dunia menetap di negara yang sepenuhnya melindungi warga mereka dengan salah satu tindakan penting guna mengurangi angka perokok.
Laporan itu menyatakan semua pemerintah mengumpulkan 500 kali lebih banyak uang dari pajak tembakau setiap tahun dibandingkan dengan yang mereka keluarkan untuk tindakan anti-tembakau.
Di hampir semua negara, kata WHO, pajak tembakau dapat dinaikkan, strategi paling efektif dalam memerangi tembakau, dan dana tambahan dapat digunakan untuk meluncurkan berbagai strategi baru yang disebut MPOWER
MPOWER mendesak semua negara untuk "memantau" penggunaan tembakau dan kebijakan pencegahan, "menawarkan" bantuan untuk orang yang ingin menghentikan penggunaan tembakau, "memberlakukan" larangan atas penajaan, promosi dan iklan tembakau, serta "menaikkan" pajak atas tembakau.
"Semua strategi ini dapat dicapai oleh setiap negara, kaya atau miskin dan, ketika digabungkan sebagai satu paket, semua itu menawarkan kita pilihan terbaik untuk mengubah wabah yang berkembang ini," kata Chan seperti dikutip Xin Hua.
Laporan baru itu juga menyoroti dampak wabah tersebut di negara berkembang, tempat, hingga 2030, 80 persen dari 8 juta kematian yang berhubungan dengan tembakau setiap tahun diperkirakan terjadi.
Saat ini, negara berpenghasilan lebih rendah menerima 9.000 kali jumlah urang dari pajak tembakau dibandingkan yang mereka gunakan untuk mengendalikan tembakau.
Studi tersebut juga mendapati bahwa 40 persen negara masih mengizinkan orang merokok di rumah sakit dan sekolah, dan layanan untuk merawat orang yang kecanduan tembakau hanya sepenuhnya tersedia di sembilan negara, atau 5 persen dari penduduk dunia. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008