Depok (ANTARA News) - Pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Boni Hargens mengatakan kondisi Aceh saat ini mulai mencemaskan, karena adanya perbedaan perlakuan antara warga biasa dan mantan anggota GAM."Saya mendapatkan laporan dari sejumlah kalangan di Aceh bahwa ada kesan dalam masyarakat, mereka yang dulu anggota GAM dianggap warga negara kelas I, sedangkan yang lain kelas II," kata Boni, di Depok, Jumat.Ia mengatakan pelayanan pemerintah pun kental unsur tebang pilih, mereka yang bekas GAM atau simpatisan GAM di masa lalu cenderung didahulukan ketimbang kelompok warga lainnya. Selain itu, polisi kurang tegas dalam menegakkan keamanan di Aceh. Malahan Komite Peralihan Aceh (KPA) yang bukan bagian dari aparat kepolisian lebih berperan dalam menjaga keamanan. "Dalam pengamanan pilkada kabupaten/kota misalnya, KPA lebih berperan dari pada polisi dalam menjaga keamanan," kata Direktur Riset Parrhesia State In-building itu. Pemerintah, kata dia, perlu mengantisipasi adanya target 80 persen parpol lokal Aceh menguasai kabupaten/kota bisa mengarah pada target referendum kemerdekaan yang dicemaskan pemerintah pusat tahun lalu. "Meskipun ini masih keresahan sebagian kalangan di Aceh, saya kira poinnya jelas, bahwa Polri tidak tegas dan tidak bisa diandalkan sebagai aparat penjamin keamanan di Aceh," kata dia. Untuk itu, Kapolri Jendral Sutanto perlu memberikan perintah tegas kepada Kapolda Aceh, dalam enam bulan ke depan mesti ada perubahan, kalau tidak Kapolda Aceh perlu dimutasi. "Saya kira Kapolda Sumatera Utara yang tahun lalu berhasil menertibkan judi togel di Sumatera Utara bisa dijadikan teladan dalam hal ketegasan," kata dosen politk UI itu. Menurut dia, Kapolda Aceh harus belajar dari Kapolda Sumut atau barangkali Kapolda Sumut perlu dipercayakan untuk menangani Aceh. Kapolda juga bukan bawahan Gubernur karena UU 2/2002 menegaskan bahwa Polri itu institusi independen yang berada langsung di bawah presiden. Jadi, tidak ada alasan bagi Kapolda untuk merasa takut menertibkan keadaan di Aceh hanya karena segan terhadap Gubernur.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008