Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Luar Negeri RI A.M. Fachir menyampaikan empat poin penting yang diperlukan untuk membentuk pasukan angkatan bersenjata modern yang dapat mendukung keberhasilan misi pemeliharaan perdamaian PBB.
"Ada empat poin penting yang saya yakin diperlukan bagi pembentukan pasukan angkatan bersenjata modern untuk mendukung misi pemeliharaan perdamaian PBB," kata Wamenlu A.M. Fachir di Jakarta, Rabu.
Pernyataan tersebut disampaikan Wamenlu RI dalam sambutannya pada kegiatan Konferensi Internasional bertema "Mempersiapkan Angkatan Bersenjata Modern untuk Operasi Pemeliharaan Perdamaian di Abad ke-21" (Preparing Modern Armed Forces for Peacekeeping Operations in the 21st Century).
Menurut Fachir, hal pertama yang diperlukan untuk membentuk pasukan penjaga perdamaian yang modern dan berkualitas adalah mode pelatihan yang inovatif dan dirancang khusus sesuai dengan kebutuhan misi dan kondisi di lapangan.
"Personel penjaga perdamaian menghadapi lingkungan yang dinamis setiap hari, bentuk-bentuk ancaman baru dengan sifat asimetris muncul di lapangan. Untuk mengatasinya, mereka membutuhkan pelatihan yang inovatif, terencana, dan berbasis skenario di lapangan," ujar dia.
Wamenlu Fachir menekankan bahwa pelatihan yang inovatif tersebut bersifat melampaui keterampilan dasar prajurit dan harus mencakup keterampilan lunak (soft skills), antara lain keterampilan komunikasi strategis untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat, keterampilan negosiasi dan mediasi yang dapat meningkatkan dampak pemeliharaan perdamaian untuk perdamaian berkelanjutan.
Hal penting kedua, lanjut Wamenlu Fachir, adalah penguasaan dalam persenjataan dan teknologi canggih.
Dia mengatakan bahwa personel penjaga perdamaian perlu diperlengkapi dengan kemampuan untuk menggunakan berbagai persenjataan dan alat berteknologi tinggi, baik pada saat perang maupun waktu damai untuk melindungi dan menyelamatkan nyawa warga.
"Mereka juga perlu diperlengkapi dengan peralatan yang dapat membantu tugas, seperti mobilitas transportasi serta peralatan untuk pengawasan, intelijen, sistem pengenalan, dan komunikasi satelit," ujar Fachir.
Ketiga, menurut Wamenlu RI, personel pasukan perdamaian perlu dibekali dengan profesionalisme dan kode etik untuk dapat merangkul komunitas lokal di wilayah konflik dan perang.
"Pasukan penjaga perdamaian modern harus menyertakan kepribadian dan profesionalisme individu dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Sebagai profesional, penjaga perdamaian modern terikat untuk menghormati peraturan, hukum, kebiasaan, dan praktik setempat," katanya.
"Mereka harus memperlakukan masyarakat setempat dengan sopan, bertindak dengan bijaksana, terpadu, dan tidak memihak," lanjut Fachir.
Selanjutnya, yang tidak kalang penting dalam pembentukan pasukan pemelihara perdamaian yang modern adalah peningkatan partisipasi dan peran personel perempuan.
Wamenlu RI menekankan pentingnya peningkatan peran dan jumlah personel perempuan penjaga perdamaian dalam misi PBB.
"Misi pemeliharaan perdamaian terlalu penting untuk dibiarkan (ditangani oleh) kaum pria saja. Untuk itu, guna meningkatkan peram perempuan dalam misi PBB, para personel perempuan penjaga perdamaian harus didukung dalam mengoptimalkan potensi mereka," ucap Wamenlu Fachir.
Konferensi internasional tentang misi perdamaian yang diadakan atas kerja sama antara Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kementerian Luar Negeri RI, dan Komite Palang Merah Internasional (ICRC) dihadiri oleh perwakilan dari 28 negara dan dua organisasi internasional.
Dalam kegiatan itu, para peserta saling bertukar pandangan dan berbagi pengalaman tentang beberapa persoalan krusial terkait misi pemeliharaan perdamaian PBB, antara lain perlindungan warga sipil dalam perang dan konflik bersenjata dan peningkatan peran perempuan dalam misi perdamaian.
Baca juga: Indonesia dorong peningkatan keselamatan-kinerja pasukan perdamaian
Baca juga: Sekjen PBB puji keterlibatan Indonesia dalam pemeliharaan perdamaian
Baca juga: Menlu RI pimpin sidang terbuka DK PBB soal pasukan perdamaian
Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2019