Jakarta (ANTARA News) - Cuti bersama selain menurunkan produktivitas, juga hanya akan menurunkan kompetenti industri di Tanah Air di mata dunia. "Saya menentang cuti libur panjang, saya sudah mengirim surat ke Pemerintah. Apa yang kita hasilkan dari cuti libur panjang lebaran dan tahun baru kemarin sangat merugikan pengusaha," kata Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, di Jakarta, Kamis. Sofjan mengatakan, pengusaha harus membayar lebih untuk uang lembur, padahal sebenarnya karyawan juga belum tentu mau menjalani cuti panjang. Di lain pihak, para pengusaha telah memiliki kontrak dengan berbagai pihak yang harus dipenuhi, jika tidak terpaksa mengeluarkan biaya lagi. Menurut dia, Apindo telah menulis surat kepada pemerinntah bahwa keberatan dengan terlalu banyaknya cuti di Indonesia, ada cuti nasional, cuti agama, cuti bersama. "Jadi kita bekerja sebenarnya untuk kompetensi kita atau hanya mau cuti melulu," ujar dia. Sofjan juga menyesalkan jika ada keputusan dari Pemerintah yang membedakan cuti bersama antara pegawai negeri sipil dengan swasta. Hal tersebut justru membuat rasa iri, dan berujung pada rasa malas. Sementara itu menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Nasional (Gapmmi), Thomas Dharmawan, libur terlalu panjang memang berat bagi pengusaha. "Kalaupun keputusan libur hanya untuk pegawai negeri, tentu akan menjadi pengaruh buat swasta. Pelayanan akan tertunda," ujar dia. Dia mengatakan di beberapa industri harus ada peningkatan waktu kerja, seperti perusahaan Jepang ada standar minimal berapa liburnya. Industri seharusnya meningkatkan kompetensi, jadi akan lebih baik hari kejepit dihitung masuk. Dia memang mengakui keputusan cuti bersama itu membawa keuntungan di beberapa sektor usaha seperti jasa. Begitu pula dengan sektor perdagangan, terutama di daerah, karena belanja akan tersalur ke daerah. Namun untuk industri harus tetap bekerja karena mereka pun mempunyai hitungan sendiri berapa waktu kerja dalam setahun, apalagi PMA, ujar dia.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008