Tokyo (ANTARA News) - Jepang semakin berambisi menjadi pionir pengurangan emisi gas di abad 21, dengan mendesak industrinya melakukan berbagai terobosan teknologi yang hemat energi, sekaligus mengubah mental masyarakatnya, kata pakar teknologi lingkungan dari Lembaga Iptek Jepang (Japan Science and Technology Agency) Profesor Itaru Yasui.Dalam diskusi rutin yang digelar Foreign Press Center of Japan (FPCJ) di Tokyo, Kamis, Yasui mengatakan, kalangan industri Jepang, baik industri elektonik dan otomotifnya terus melakukan terobosan yang bisa melakukan efisiensi dalam penggunaan energinya sehingga Jepang diharapkan sudah dapat mengurangi emisi gas CO2-nya hingga 50 persen.Ia pun mengutip hasil kajian National Institute of Environmental Studies (NIES) yang menyebutkan Jepang sudah masuk dalam kelompok Low Carbon Society (negara-negara yang tingkat gas buangannya atau CO2-nya rendah). Disebutkan bahwa Jepang mampu mengurangi CO2 lebih dari 70 persen, meksi kondisi Negeri Sakura itu mengalami persoalan seperti populasinya yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang lambat (di bawah dua persen setahun), namun dengan ekosistem yang mantap. Untuk mengejar ambisinya itu, kata Yasui, Jepang sejak mengalami krisis energi di tahun 1973 melakukan program efisiensi energi yang ketat dan tersistematis. Mulai dari mengubah mental masyarakatnya, menciptakan Top Running Program, yaitu program yang mendorong industrinya menghasilkan produk yang paling hemat energi di dunia. "Inovasi banyak dilakukan guna mengubah sistem sosial yang ada. Misalnya regulasi di bidang lingkungan, pemberian insentif dan pengurangan pajak, serta mendorong tanggungjawab sosial bagi generasi mendatang," kata peraih gelar doktor dari Universitas Tokyo itu. Teknologi Hibrida Dalam kesempatan itu, Yasui juga menjelaskan tekanan Jepang untuk menyempurnakan teknologi hibrida yang akan dikenakan terhadap industri otomotifnya, serta efisiensi konsumsi listrik dari peralatan kebutuhan rumah tangga, seperti televisi, dan pendingin ruangan. "Kendaraan dengan energi listrik, perlatan dengan konsumsi listrik yang rendah akan terus dikejar," katanya. Riset-riset di bidang bio-energy, bio-fuel, dan bahan bakar hidrogen terus dilakukan, meski ada terdapat sejumlah hal yang masih tidak realistik. Terobosan di bidang televisi misalnya terus diupayakan agar menggunakan layar plasma, termasuk memperkenalkan teknologi laser untuk televisi. Ia juga memaparkan bahwa ada lima sektor yang menjadi target rendah emisi, ataupun hemat energi, yakni di sektor industri, kebutuhan rumahtangga, perkantoran, transportasi, dan sektor angkutan barang. "Kalau di abad 20, ada konsep memperoleh keuntungan yang besar dengan mendorong konsumsi yang besar juga, maka di abad 21 sudah berubah, yakni dengan menciptakan barang yang bernilai lebih melalui sumber konsumsi yang rendah," ujarnya. Jepang kini giat melakukan kampanye internasional "Cool Earth 50", yaitu program pengurangan emisi hingga 50 hingga tahun 2050. Hal itu dilakukan untuk mengefektifkan Protokol Kyoto yang akan berakhir masa berlakunya pada 2012. Jepang juga mengumumkan proyek internasional sebesar satu triliun yen selama 10 tahun guna membantu negara-negara berkembang membangun teknologi-teknologi penurun emisi gas-nya. Tokyo sendiri akan mengajak para anggota Kelompok Delapan Negara (G-8) untuk menyetujui usul tersebut, lewat pertemuan puncak mereka yang akan berlangsung di resor Danau Toya, Hokkaido, pada Juli 2008.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008