Masohi (ANTARA News) - Kasad Letjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo menegaskan Mabes TNI serta Kodam XVI/Pattimura akan melakukan evaluasi dan analisis terhadap semua unsur pimpinan Yonif 731/Kabaresi, terkait aksi penyerangan markas Polres Maluku Tengah, Sabtu (2/2) lalu. "Semua akan dievaluasi dan dianalisis kembali mulai dari yang paling atas hingga yang paling bawah, yakni komandan regunya," ujar Kasad Agustadi, seusai meninjau keberadaan Polres Maluku Tengah serta inspeksi dan ceramah kepada seluruh personel Yonif 731/Kabaresi, di Masohi, Rabu. Hasil evaluasi dan analisis, katanya, itu akan menentukan keberadaan para pimpinan di batalyon tempur itu, termasuk seluruh personel juga akan dievaluasi dan dipindahkan ke batalyon lain yang ada di Kodam XVI/Pattimura. "Ini untuk penyegaran mereka tanpa mengesampingkan proses hukum yang dilakukan. Proses hukumnya akan dilakukan secara serius dan siapa pun yang bersalah dan terlibat dalam insiden penyerangan itu akan diproses hukum," ujar Kasad. Tim investigasi Mabes TNI yang diketuai Dan Puspom Brigjen TNI Subagja sedang bekerja mengumpulkan dan menganalisis berbagai fakta terkait aksi penyerangan itu, dan telah memeriksa 22 personel Yonif 731/Kabaresi, termasuk Letkol Inf. Donny Hutabarat yang telah dicopot dari jabatannya sebagai Danyon, tegasnya. Namun, Kasad memastikan belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka karena pemeriksaan masih terus dilakukan. "Bisa saja jumlah saksi yang diperiksa akan bertambah. Tapi belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka," katanya.Prada Eko Kasad dalam kesempatan itu juga mengaku belum mengetahui persis keberadaan salah seorang personel Yonif 731/Kabaresi, Prada Eko yang "menghilang", sehingga rekan-rekannya melakukan penyerangan ke Markas Polres Malteng. Mantan Pangdam XVI/Pattimura ini juga telah memerintahkan semua jajaran TNI-AD untuk membantu pencarian Prada Eko hingga ditemukan, termasuk ke tempat asalnya di Karang Anyar, Sidoarjo, Jawa Timur, sehingga dapat dimintai keterangan sebagai saksi kunci dalam insiden berdarah itu. Bentrokan ini dipicu masalah asmara antara kakak beradik perempuan yang masing-masing menjalin kasih dengan anggota Yonif 731/Kabaressy Prada Eko dan anggota Polres Maluku Tengah, Bripda Muhamad Rumata. Versi pertama menyebutkan Bripda Rumata, tidak menerima baik ketika kembali dari tugas menemukan Eko dan pacarnya bermesraan di kamar kos sang polisi. Akibat peristiwa itu, terjadi perkelahian antara mereka, namun kasus itu kemudian sudah diselesaikan secara kekeluargaan. Akan tetapi entah, kenapa sejak terjadi perkelahian itu, Eko selama beberapa hari tidak kembali ke Markasnya Yonif 731/Kabaressi, dan menghilang entah kemana. Teman-teman Eko menduga, dia disekap di markas Polisi, dan mereka kemudian memberikan ultimatum kepada polisi untuk segera mencari/mengembalikan Eko dalam bentuk hidup atau mati. Akibat Eko belum kembali ke markasnya, akhirnya terjadi penyerangan ke markas Polisi yang menyebabkan sejumlah fasilitas polisi hancur dan terbakar. Sedangkan versi lain menyebutkan Rumata, anggota Polres Maluku Tengah, itu sebenarnya hanya membela kehormatan keluarganya, sebab pacar Eko adalah adik iparnya sendiri, karena dia sudah menikah dengan sang kakak beberapa waktu yang lalu. Akibat mereka menggunakan kamar keluarganya itu, sang polisi marah. Namun menurut Pangdam XVI/Patitimura Mayjen TNI Rasyid Qurnaen keributan terjadi, saat sang adik bersama pacarnya ingin menggunakan kamar sang kakak yang juga tengah bersama pacarnya yang anggota Polres Malteng. Karena ditolak oleh pacar kakaknya yang berpangkat lebih tinggi, sang adik dan pacarnya pergi. Namun, sejak tanggal 30 Januari anggota batalyon 731 tidak pernah pulang. Karena itu, sang adik melaporkan ke Batalyon 731/Kabaressi dan muncullah insiden bentrokan itu. (*)

Copyright © ANTARA 2008