Bandung (ANTARA News) - Budayawan Sunda dan tokoh Jawa Barat, H Rahmatullah Ading Afandi atau RAF (80), Rabu (6/2) sekitar pukul 19.10 WIB meninggal dunia di RS Advent Bandung karena sakit.
Pria yang memiliki jenggot khas itu telah lama menderita penyakit kanker getah bening dan sudah sering keluar masuk rumah sakit di Bandung dan Jakarta.
"Bapak sempat pulang dari perawatan di RS Hasan Sadikin Bandung dua hari lalu tapi kondisinya kembali memburuk sehingga dibawa ke RS Advent," kata salah seorang menantunya, Isyati Putri ketika dihubungi ANTARA News, Rabu.
Menurut Putri, bapak mertuanya yang sudah beberapa kali menjalani perawatan dan operasi untuk mengobati penyakit yang diidapnya itu.
Budayawan dan penulis produktif itu sempat mendapatkan bantuan pernafasan dengan ventilator. Namun karena penyakitnya sudah parah dan kondisinya yang sudah tua akhirnya RAF menghadap Sang Khalik.
Jenazah Almarhum disemayamkan di rumah duka di Jalan Guruminda C-3 Kota Bandung. Rencananya akan dikebumikan di Ujungberung Bandung.
"Rencananya Pak Ading akan dimakamkan di Ujungberung Bandung, tapi masih menunggu hasil musyawarah keluarga," kata Ny Ine, adik ipar RAF.
Almarhum yang begitu dikenal dengan drama drama seri di TVRI, "Inohong di Bojong Rangkong" itu lahir di Tasikmalaya, 2 Oktober 1928.
RAF meninggalkan seorang istri Ny Ine Martiana, lima orang putra dan putri serta sembilan cucu.
Semasa hidupnya, Almarhum RAF merupakan tokoh dan budayawan Sunda yang cukup disegani. Beberapa karya besarnya selain "Inohong di Bojong Rangkong" adalah buku kumpulan cerpen "Dongeng-Dongeng Enteng" di Pasantren (Tarate Bandung) yang mendapat penghargaan Hadian Sastra Lembaga Basa Sunda tahun 1957.
Sedangkan di bidang seni lainnya, Almahum Rahmatullah Ading Affandi mendirikan kelompok atau sanggar PATRIA atau Pengayom Artis Parahyangan pada tahun 1973, dimana mengembangkan Discho Ethnic Percusion.
Selain itu, RAF juga dikenal sebagai "mpu-nya" dalam penulisan drama Sunda. Beberapa rekan seangkatannya yang juga tokoh Sunda adalah Saini KM, Wahyu Wibisana, Hidayat Suryalaga dan beberapa orang lainnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008