Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan perhatian khusus terhadap upaya mewujudkan program pendidikan yang bermutu, murah, merata dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat di tanah air, serta pendidikan gratis bagi orang miskin. "Dengan program pendidikan bermutu, murah dan merata sesungguhnya kebijakan program dan pelaksanaan pendidikan sudah menuju pada arah yang benar," kata Presiden pada Rapat Evaluasi Program Prioritas Depdiknas Tahun 2007 dan Program Tahun 2008 serta dalam jumpa pers usai Rapat di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu. Terkait dengan capaian program pendidikan, Presiden mengemukakan beberapa isu utama yang merupakan permasalahan mendasar bidang pendidikan, yakni pertama adalah biaya pendidikan murah untuk masyarakat miskin, bahkan gratis dan terjangkau. Isu kedua adalah kualitas dan kesejahteraan guru dan dosen, yakni para guru dan dosen harus jelas mengerti hak dan menjalankan kewajibannya serta memiliki kompetensi. "Bagaimana mungkin lulusannya bagus kalau kemampuan dosen di bawah standar?" katanya. Hadir pada Rapat Evaluasi Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu, yakni Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Menko Kesra Abu Rizal Bakrie, Menteri Agama Maftuh Basyuni, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, gubernur, walikota, dan bupati seluruh Indonesia. Selain itu, hadir para kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten, dan kota seluruh Indonesia. Lebih lanjut Presiden mengatakan, isu ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah mutu pendidikan terkait dengan standar, kompetisi dibandingkan dengan negara lain, dan lulusan yang siap pakai. Sementara isu yang keempat adalah relevansi pendidikan dengan lapangan pekerjaan. "Ini penting saudara gubernur, bupati, dan walikota, yakni bahwa hasil pendidikan itu klop dan cocok dengan kebutuhan pasar, industri jasa, pertanian, dan apapun yang dibutuhkan oleh ekonomi dan kegiatan di negari ini," kata Presiden. Oleh karena itu, kata Presiden, harus ada sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan pasar itu sendiri. "Pasar yang membutuhkan lulusan hasil didik harus pas antara spesialis dengan generalis". Isu kelima adalah pendidikan yang terus mencetak manusia Indonesia yang tangguh, tidak cengeng, berperilaku tertib, taat hukum, dan taat pranata. "Kebebasan sangat penting, tapi tidak boleh kebebasan tanpa diimbangi oleh ketaatan pada pranata. Tentu pendidikan juga berkewajiban mendidik putra-putra bangsa, mendidik manusia untuk memiliki sikap yang toleran, dan jauh dari kekerasan. Ini kita rasakan sungguh penting untuk kita lakukan di negeri ini." Adapun isu keenam adalah hubungan pusat dan daerah menyangkut tanggung jawab pendidikan. Presiden menekankan pentingnya sharing anggaran. "Otonomi daerah sudah kita berlakukan, desentralisasi fiskal juga telah kita jalankan di negeri ini. Oleh karena, itu budget sharing menjadi sangat penting," kata Presiden. Di samping enam isu utama tersebut, kata Presiden, terdapat isu-isu khusus, yakni. ketersediaan dan harga buku yang terjangkau, pungutan iuran sekolah, gedung sekolah yang belum memadai, gerakan membaca, masalah guru honor dan guru bantu, pentingnya alih bahasa baik daerah maupun internasional, dan badan mutu pendidikan. Menanggapi permintaan Presiden agar sekolah dan perguruan tinggi menyiapkan calon lulusan yang memiliki kompetensi keahlian yang disesuaikan dengan kebutuhan apsar, Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan, pada tingkat pendidikan menengah, Depdikans sejak tahun 2005 lalu telah menetapkan kebijakan untuk memperbanyak jumlah SMk dan mengurangi pembangunan SMA baru. "Kita inginkan ratio jumlah SMK dan SMA adalah 60 : 40 dan secara nasional hampir tercapai yakni 57 : 43, utamanya di provinsi, kabupaten/kota di Pulau Jawa, Bali dan sebagian Kalimantan sudah tercapai sementara di sejumlah daerah lainnya belum terlaksana dengan baik," katanya. Selain itu, Depdiknas juga mendorong daerah-daerah untuk menuju kota vokasional yang mampu menciptakan lapangan kerja sendiri bagi para lulusannya baik di tingkat SMK dan perguruan tinggi melalui sinergi antara pemda, sekolah dan industri.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008