Washington (ANTARA News) - Amerika Serikat, Selasa waktu setempat (Rabu WIB) memperketat sanksi-sanksi keuangan terhadap junta militer Myanmar karena tetap melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan penindasan politik. "Presiden mengatakan AS akan akan terus meninjau kebijakan kami dan mempertimbangkan tindakan-tindakan tambahan jika junta Than Shwe tidak menghentikan penindasan kejamnya terhadap rakyat Burma," kata sebuah pernyataan Gedung Putih. Departemen Keuangan mengatakan sasaran sanksi itu adalah jaringan keuangan "konglomerat bisnis Burma dan pendukung rezim itu" Tay Za, yang adalah seorang pedagang senjata yang punya "hubungan dekat" dengan junta Myanmar. Juga terkena dampak sanksi itu adalah para pemimpin rezim itu dan individu-individu dan para pengusaha lainnya yang merupakan bagian dari jaringan keuangan Tay Za, kata departemen itu dalam sebuah pernyataan. "Kami memperketat sanksi-sanksi keuangan terhadap Tay Za, seorang pedagang senjata dan pendukung keuangan junta Myanmar yang represif itu," kata Adam Szubin, direktur Kantor Pengawasan Asset Luar Negeri Departemen Keuangan (OFAC). AS mulai memberlakukan sankssi-sanksi yang sudah ditargetkan terhadap junta Myanmar yang dipimpin Jenderal Senior Than Shwe setelah penindakan berdarah terhadap para pemrotes anti pemerintah September tahun lalu. Presiden George W Bush "telah menegaskan ia akan tetap mengambil tindakan terhadap junta militer dan mereka yang membantunya selama pelanggaran hak asasi manusia terus berlangsung dan demokrasi ditekan," kata Szubin. Dalam pernyataannya, Gedung Putih mengecam para penguasa militer Myanmar karena tetap mengucilkan pemimpin demokrasi "Aung San Suu Kyi dan tetap mengenakan tahanan rumah terhadapnya." Dan menambahkan bahwa "tindakan-tindakan Than Shwe dan para koleganya tetap tidak bisa diterima bagi semua mereka yang menghargai kebebasan." Rezim militer, yang memerintah Myanmar sejak tahun 1962, tidak mengakui hasil pemilu tahun 1990 di mana Aung San Suu Kyi yang memimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) meraih kemenangan. Gedung Putih juga mengecam para penguasa Myanmar karena menindak tegas para aktivis dan menuduh mereka berencana untuk mengadili secara diam-diam biksu terkemuka U Gambria dan 10 aktivis pro demokrasi Burma, demikian AFP.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008