Selain itu, polisi juga menunjukkan salah satu orang tersangka dengan berinisial MS (42) dalam penggerebekan di rumah tiga lantai digerebek polisi pada Sabtu (22/6) sekitar pukul 21.00 WIB. Penggerebekan itu merupakan pengembangan dari penangkapan pabrik sabu di Cipondoh, Tangerang, beberapa bulan lalu.
"Kami menemukan beberapa jenis bahan baku prekursor seperti ephedrine, iodin, fosfor, aceton, toluen, soda api dan alkohol merupakan bahan yang digunakan untuk pembuatan narkoba jenis sabu atau metamfetamina," kata Kasat Resnarkoba Polres Metro Jakarta Barat, AKBP Erick Frendriz saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Menurut Erick, sabu yang ditemukan tidak saja yang baru jadi, tetapi sudah ada yang jadi sebelumnya.
"Tersangka memproduksi sabu tidak berdasarkan pesanan, tapi sudah rutin," kata Erick.
Sementara menurut pemeriksaan yang dilakukan Puslabfor Mabes Polri, sabu yang dihasilkan oleh tersangka tersebut sangat keras dan bahan baku pembuatannya tergolong unik dan langka.
"Hasilnya bagus, sama seperti yang ditemukan di Cipondoh. Karena mereka satu guru hasilnya identik atau hampir mirip, termasuk bahan bakunya hampir sama," kata Kasubdit Narkotika Puslabfor Kompol Yuswardi.
Yuswardi menambahkan, bahwa muridnya ini lebih handal dari gurunya. Muridnya ini bisa menghasilkan sabu lebih banyak dari sekali produksi. Jadi ini bisa berakibat fatal apabila nanti terus berkembang.
"Sekali produksi bisa membuat minimal 300-500 gram," ungkap Yuswardi.
Ia menjelaskan bahwa berbeda dengan di Cipondoh, peralatan di Kalideres sudah tertata rapi dan siap untuk memproduksi sabu dalam jumlah besar nantinya.
Yuswardi menjelaskan, harusnya prekursor ini tidak bisa dijual bebas.
"Sebenarnya penjualannya legal namun dalam pengawasan ketat, karena bisa disalahgunakan dalam pembuatan narkoba," ujarnya.
Sehingga tersangka dapat terjerat pasal 113 ayat 1 subsider pasal 114 ayat 2 lebih subsider pasal 112 ayat 2 Undang-undang RI nomor 35 tahun 2009, tentang narkotika dengan ancaman pidana penjara maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup dan atau pidana penjara maksimal 20 tahun.
Pewarta: Mochammad Risyal Hidayat
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019