Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengajukan empat alasan untuk dapat memeriksa penerimaan dari sektor pajak yang selama ini tidak bisa dilakukan karena UU no 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) tidak memberi ruang untuk pemeriksaan tersebut. Hal itu terungkap dalam sidang pleno uji materiil UU no 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa. "Alasan Pertama, UU KUP menciderai UUD 1945 serta UU terkait lainnya," kata Ketua BPK Anwar Nasution kepada Mahkamah Konstitusi seperti dikutip dari rilis BPK yang diterima ANTARA News di Jakarta, Selasa. Menurut dia, pada pasal 34 ayat 2A huruf B UU KUP yang menyatakan pejabat atau tenaga ahli pajak dapat memberikan keterangan kepada lembaga negara yang memiliki wewenang pemeriksaan keuangan negara harus ditetapkan oleh Menteri Keuangan tidak sesuai dengan UUD 19945. "Ketentuan ini secara jelas telah melecehkan kewenangan konstitusional BPK-RI yang diberikan oleh UUD 1945, ayat (1) pasal 23E," katanya. Dalam ayat tersebut diungkapkan bahwa BPK didirikan sebagai lembaga yang bebas dan mandiri untuk memeriksa segenap penerimaan serta penggunaan keuangan negara. Alasan kedua, menurut dia, pemeriksaan penerimaan sektor pajak oleh BPK akan memperbaiki kinerja administrasi pajak sekaligus mendorong penerimaan negara di sektor tersebut. Alasan ketiga, pemeriksaan pajak akan memungkinkan BPK memberikan opini terhadap laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP). Hal ini untuk menghindari jatuhnya kredibilitas Pemerintah sekaligus memelihara stabilitas politik. Alasan keempat, pemeriksaan tersebut dapat meningkatkan peringkat surat utang negara (SUN) di pasar domestik maupun internasional. "Peringkat SUN akan rendah jika informasi tentang penerimaan pajak hampir tidak ada dan penerimaan pajak tetap rendah," katanya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008